More Projects

Strategi Pucuk Harum 'Mencuri' Pasar Teh Siap Minum

Strategi Pucuk Harum 'Mencuri' Pasar Teh Siap Minum
Menyasar pasar red ocean dengan pemain yang banyak dan persaingan yang ketat bukan perkara mudah di kategori Ready to Drink (RTD) Tea. Tengok saja perusahaan kelas kakap seperti Sosro, Indofood, Orang Tua, Garuda Food, hingga yang paling anyar Wings Food juga memasuki pasar RTD.

Puluhan merek tampak bertarung sengit di sana. Lalu, bagaimanakah Mayora dengan Teh Pucuk Harum-nya mampu bersaing bahkan bisa mengalahkan market leader dan pionir di pasar RTD ini, yakni Teh Botol Sosro?

Teh Pucuk Harum belum lama diluncurkan di pasaran, yakni tahun 2011. Meski dikatakan masih seumur jagung, merek ini meraih sukses di pasar. Dalam tiga tahun terakhir saja Teh Pucuk mampu melampaui beberapa merek yang sudah beredar sebelumnya seperti Ultra Teh Kotak, Teh Gelas, dan Frestea.

Prestasi gemilang Teh Pucuk Harum paling terlihat di tahun 2016 saat Top Brand Index (TBI) Teh Pucuk Harum melonjak tajam hingga enam kali lipat dari tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2015 Teh Pucuk Harum menempati posisi ke-6 dengan TBI 4.1%, tahun 2016 TBI Teh Pucuk Harum mencapai 24.8%. Perolehan ini mendudukkan Teh Pucuk Harum di posisi ke-2 dengan gap indeks hanya terpaut 9.0% dari market leader Teh Botol Sosro.


Teh Pucuk Harum bahkan mampu menggerogoti persentase market share Teh Botol Sosro. Dari 27.0% market share Teh Pucuk Harum, merek ini bersaing ketat dengan Teh Botol Sosro di kota Jabodetabek, Bandung, Makassar, Palembang, Pekanbaru, dan Banjarmasin karena memiliki gap indeks terpaut kurang dari 10.0%.


Lalu apa rahasianya? Hanya dengan menjadi berbeda. Salah satu strategi bersaing yang dirumuskan oleh Michael E. Porter (1980) adalah differentiation. Strategi ini mendorong perusahaan untuk berinovasi menciptakan keunikan tersendiri untuk membangun merek yang kuat. Mayora berinovasi melalui strategi positioning yang baik untuk Teh Pucuk Harum. Hal ini pun didukung oleh strategi komunikasi yang unik dan berbeda.

“Kenapa sih harus yang pucuk? Kan sama-sama daun teh?” Itulah awal percakapan antara dua anak ulat dengan induk ulat di kebun teh dalam iklan Teh Pucuk Harum. Iklan ini diperkuat dengan tagline-nya “Rasa teh terbaik ada di pucuknya”. Dari iklan ini, Teh Pucuk Harum mengedukasi masyarakat bahwa rasa teh terbaik hanya diperoleh dari pucuk daun. Strategi diferensiasi ini efektif menarik perhatian pendengar atau calon konsumen, terutama bagi pendatang baru, dalam menciptakan brand awareness.

Untuk menancapkan kuat kata-kata “pucuk” di benak konsumen, Mayora juga berani mengeluarkan bujet iklan yang cukup tinggi di media televisi. Menurut Adquest Nielsen, pada tahun 2011 Teh Sosro mengeluarkan dana iklan sebesar Rp49,97 miliar.

Sementara, Mayora mengeluarkan dana dua kali lipatnya untuk Teh Pucuk Harum, yakni Rp94,55 miliar. Pada tahun berikutnya, Januari?Oktober 2012, Teh Sosro menjawab tantangan Teh Pucuk Harum dengan menaikkan adspend hingga sebesar Rp129,26 miliar. Seakan tidak mau kalah, Teh Pucuk Harum menambah dana iklan mereka hingga mencapai Rp131,84 miliar.

Di sisi lain, Teh Pucuk Harum juga melakukan diferensiasi melalui kemasan produk mereka. Teh Pucuk Harum bisa dikatakan sebagai pelopor minuman teh kemasan botol plastik dengan kemasan botol berisi 350 ml. Kemasan yang lebih kecil ini membuka kesempatan bagi Mayora untuk menekan harga eceran tertinggi yang ditawarkan ke pasar. 

Teh Pucuk Harum dijual di pasaran dengan harga eceran tertinggi Rp3.500. Harganya tergolong terjangkau dibandingkan merek-merek lain yang mematok harga antara Rp3.000–Rp6.000. Pada akhirnya, kemasan ekonomis ini menciptakan pricing point yang cocok untuk target market RTD Tea yang memiliki posisi tawar tinggi, sensitif terhadap harga, dan switching cost yang rendah. Harga yang rendah akan menciptakan keinginan konsumen untuk mencoba.

Bersaing dalam kompetisi yang padat pemain memang menjadi tantangan tersendiri. Perlu keunikan yang sangat kuat dan strategi yang matang untuk  memenangkan pasar. Pelajaran dari Teh Pucuk Harum yang dapat diambil agar berhasil di pasar red ocean adalah berani untuk berinovasi. Inovasi yang dilakukan dapat berupa strategi komunikasi yang kreatif, menciptakan tagline yang unik, menjadi pelopor dalam hal tertentu dan harga produk yang kompetitif. Bagaimana dengan merek Anda?

Research Executive Omnibus – Frontier

Survei Nielsen: Konsumen Indonesia Kian Optimis

Survei Nielsen: Konsumen Indonesia Kian Optimis
Optimisme konsumen online Indonesia terus meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Kepercayaan Konsumen dari 117 poin persentase di kuartal pertama tahun ini menjadi 119 pada kuartal kedua. Demikian menurut temuan Global Survey of Consumer Confidence and Spending Intentions Q2 2016 yang dirilis oleh Nielsen baru-baru ini.

Dua indikator Keyakinan Konsumen pada konsumen Indonesia meningkat, yaitu dalam hal Prospek Lapangan Pekerjaan dimana 7 dari 10 konsumen (meningkat tiga poin persentase dibandingkan dengan kuartal pertama tahun ini) menyatakan yakin bahwa prospek lapangan kerja dalam 12 bulan ke depan akan baik atau sangat baik, dan dalam hal Keinginan Berbelanja dengan skor 54 persen (meningkat dua poin persentase  dibandingkan dengan kuartal sebelumnya).

Sementara itu indikator Kondisi Keuangan Pribadi sedikit menurun namun stabil dengan 81 persen, turun satu poin persentase dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Persepsi konsumen online Indonesia mengenai keadaan resesi ekonomi juga terus membaik sejak akhir tahun lalu. Persentase konsumen yang setuju bahwa Negara sedang berada dalam resesi ekonomi turun dari 69 persen di kuartal keempat 2015 menjadi 58 persen di kuartal pertama tahun ini, dan pada kuartal kedua tahun ini angkanya menurun lagi menjadi 51 persen.

"Konsumen Indonesia perlahan meraih kembali kepercayaan dirinya dalam tiga kuartal terakhir, ini merupakan indikasi yang baik bagi para pelaku industri.” ujar Agus Nurudin, Managing Director Nielsen Indonesia. “Para pemilik merek, produsen dan peritel harus jeli menangkap peluang untuk meraih konsumen dengan menawarkan keuntungan bagi konsumen yang didasari oleh pemahaman menyeluruh atas apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen

"Keadaan Ekonomi, Kriminalitas, dan Keseimbangan Antara Hidup dan Pekerjaan ada di urutan tiga teratas kekhawatiran utama konsumen Indonesia pada kuartal ini. Persentase konsumen yang sangat khawatir akan Keadaan Ekonomi sedikit menurun pada kuartal ini menjadi 38 persen dari 40 persen di kuartal pertama, namun kekhawatiran akan Kriminalitas justru meningkat dimana 20 persen menyatakan khawatir dibandingkan dengan 17 persen di kuartal sebelumnya.

Sementara itu kekhawatiran mengenai Keseimbangan antara Hidup dan Pekerjaan serta Kesehatan turun menjadi 15 persen pada kuartal ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Dalam hal penggunaan dana cadangan setelah pemenuhan kebutuhan pokok untuk berhemat, pada kuartal ini 70 persen konsumen menyatakan menggunakannya untuk menabung, 43 persen menggunakannya untuk berlibur dan 32 persen menggunakannya untuk berinvestasi di saham atau reksadana.

Di sisi lain, dalam hal penghematan biaya rumah tangga tren kuartal kedua tahun ini serupa dengan kuartal sebelumnya, dengan 47 konsumen menyatakan memotong biaya hiburan di luar rumah, 46 persen menunda membeli teknologi baru dan 45 persen mengurangi belanja baju baru.

Menurut Global Survey of Consumer Confidence and Spending Intentions Q2 2016, keyakinan konsumen di seluruh dunia tidak mengalami perubahan dengan tetap berada pada indeks 98, sama dengan kuartal pertama tahun ini. Di wilayah Amerika Utara, keyakinan konsumen di Amerika Serikat berada pada indeks 113, meningkat tiga poin dari kuartal pertama. Di Eropa, beberapa minggu sebelum referendum Inggris untuk meninggalkan Brexit, keyakinan konsumen stabil di angka 79 persen, meningkat satu poin dari kuartal pertama.

Di wilayah Asia Pasifik, keyakinan konsumen relatif stabil di angka 107 persen, meningkat satu poin dari kuartal sebelumnya. Sementara itu wilayah Amerika Latin juga tercatat stabil, tidak berubah dari angka  indeks 78 seperti di kuartal pertama. Wilayah Timur Tengah / Afrika mencatat penurunan satu poin persentase dibandingkan dengan kuartal pertama tahun ini, dengan 89 persen. Keadaan Ekonomi tetap menjadi kekhawatiran utama konsumen global, dan terorisme menjadi kekhawatiran utama di wilayah Eropa.

Smescopromo

Fakta: Jalan Panjang Vaksin Dengue

Jalan Panjang Vaksin Dengue
Infeksi virus dengue tercatat sudah ada di Indonesia sejak abad ke-18. Ketika itu, penyakit ini disebut demam lima hari (vijfdaagse koorts) karena demam korban akan hilang dalam lima hari ataupun demam sendi (knokkel koorts) karena demam muncul disertai nyeri sendi, otot, dan kepala. Pada masa itu, infeksi dengue hanya penyakit ringan yang tak mematikan.

Sejak 1952, infeksi virus dengue dengan manifestasi klinis berat yang disebut demam berdarah dengue (DBD) ditemukan di Manila, Filipina. Dalam waktu singkat, DBD menyebar ke sejumlah negara, mulai dari India hingga kawasan Indochina. Pada 1968, kematian tinggi akibat DBD ditemukan di Surabaya, Jawa Timur, dan Jakarta.

Tragedi Obat Anestesi, Tanggung Jawab Siapa?

Tragedi Obat Anestesi, Tanggung Jawab Siapa?
Dirut PT Kimia Farma Tbk Rusdi Rosman mengatakan, industri farmasi Indonesia sudah menganut Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S). Itu adalah skema yang disepakati konsorsium internasional dalam penerapan tata kelola dan produksi farmasi yang baik.

Indonesia termasuk di dalamnya karena sudah terdaftar sebagai anggota negara yang menerapkan produksi standar Eropa yang dikenal dengan sebutan Country Good Manufacturing Practice (CGMP).

Rusdi Rosman: Sulit Dikatakan Ada Sabotase Jalur Distribusi

Rusdi Rosman: Sulit Dikatakan Ada Sabotase Jalur Distribusi
Kasus seperti Buvanest Spinal itu seharusnya bisa dicegah seandainya pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pemeriksaan rutin ke lini produksi. Sejauh BPOM lebih fokus pada pengawasan produk yang sudah beredar saja.

”Memang tidak ada ketentuannya sih yang menyatakan BPOM harus rutin mengecek ke lini produksi. Tapi, BPOM semestinya bisa meng-create itu, misalnya dibuat berapa kali dalam berapa lama. Menurut saya, dua tahun sekali mungkin cukup,” ujarnya.

Banyak Pihak Bicara Soal Buvanest Spinal, Apa Kata Mereka?

Sementara itu, pihak PT Kalbe Farma masih enggan berkomentar terkait perkembangan penelaahan atas kemungkinan kesalahan pengemasan dua produk obat biusnya sehingga berakibat fatal dengan meninggalnya dua pasien di Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang, lalu (12/2).

Corporate Secretary Kalbe Vidjongtius mengatakan, pihaknya terus fokus pada penarikan dua produknya yang diduga bermasalah, yaitu Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml batch nomor 629668 dan Asam Traneksamat Generik 500 mg/ampul 5 ml batch nomor 630025. Penarikan dilakukan sejak 12 Februari 2015.

Top Ad 728x90