Kementerian Kesehatan RI: Cek Ulang Semua Susu Formula




Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melakukan pemeriksaan ulang semua produk susu formula terkait dugaan kontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii.








Menkes, Endang R Sedyaningsih mengatakan, pengecekan kini dilakukan Badan Litbang Ke-menkes bersama BPOM dan IPB. "Saat ini baru pengecekan dan 6 bulan ini bisa selesai," kata Menkes usai meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi Mantap-IKR di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, 4/03/2011.





Pemeriksaan memakai sistem sampel. Artinya tak semua kaleng susu dibuka dan dicari tahu. "Setiap satu merek diambil sampelnya," ujarnya.



Sebelumnya, Mendiknas, Mohammad Nuh, meminta IPB segera melakukan penelitian investigasi terhadap seluruh merek susu formula di Indonesia. Permintaan itu terkait dengan hasil penelitian soal bakteri E.sakazakii dalam susu formula. "Waktunya ditargetkah 6 bulan, tujuan-nya untuk memastikan seluruh susu formula di Indonesia aman," katanya, 23/02/2011 lalu.



Kisruh masalah susu berbakteri ini muncul saat IPB merilis hasil penelitian sejumlah sampel susu yang beredar di pasar 2003-2006. Hasilnya, menunjukkan sejumlah merek terkontaminasi bakteri itu. (cwb)

Saham Farmasi Lokal Memasuki 2011 : Kinerjanya Masih Belum Membaik

Industri farmasi harus pintar menciptakan terobosan dengan produk-produk lebih inovatif. Tentunya dengan menekan biaya pengeluaran untuk membukukan laba yang lebih tinggi.


Analis Indo Premier Securities, Ikhsan Binarto mengatakan aspek fundamental menghambat perusahaan sektor farmasi. Termasuk laporan keuangan dan kurang reaktif pada pasar. “Pasar hanya akan melihat performa perusahaan yang bagus, emiten berkinerja bagus akan sangat dicari orang,” katanya.


Ikhsan mencontohkan, hingga saat ini, produsen farmasi yang sudah bisa berinovasi sehingga dapat memperbaiki kinerja keuangannya adalah PT Kalbe Farma (KLBF). Kalbe banyak menciptakan produk suplemen, seperti Extra Joss. Produk itulah sebuah emiten dilihat perform dan inovatif.

Per September lalu, kas dan setara kas akhir Kalbe periode 2010 naik menjadi Rp 1,57 triliun dibanding periode yang sama 2009 sebesar Rp1,22 triliun. Pada awal tahun lalu, Kalbe juga mengalokasikan capex sebesar Rp650 miliar.


Dana itu sebagian besar akan dialokasikan untuk pembangunan pabrik, pengembangan jaringan distribusi, mengembangkan perangkat teknologi informasi dan riset.

Berdasar data penutupan perdagangan di pasar bursa lalu, hanya PT Kimia Farma Tbk dan PT Indo Farma Tbk yang mengalami kenaikan signifikan. Kimia Farma naik 16 poin atau 12,03% dari pembukaan menjadi 149 poin sedangkan Indo Farma naik 3 poin atau 4,17% menjadi 75 poin.

Selain itu ketiga saham farmasi lainnya, PT Darya Varia Tbk stagnan pada 1.000 poin, PT Kalbe Farma Tbk stagnan pada 2.850 poin dan PT Merck Tbk stagnan pada 94.000 poin. Kondisi selebihnya, masih sama dengan tidak ada pergerakan saham.

Analis Trimegah Securities Handy Hutajaya menilai ditengah kondisi membaiknya iklim ekonomi Indonesia, saham farmasi harusnya mampu naik signifikan.Padahal pemerintah telah merevisi besaran anggaran anggaran kesehatan dengan alokasi minimal sebesar 5% dari Gross Domestic Bruto (GDP).

Selain itu, pembiayaan pembelian produk farmasi juga ditunjang dengana anggaran pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% GDP.

“Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik,” katanya. (erw)


-------------------------------------------------------------------------
 

2011: Investasi Sektor Industri Farmasi Ditargetkan US$ 800 juta

Memacu Peningkatan Kapasitas Produksi Obat Nasional
Tahun 2011 ini, investasi farmasi ditargetkan meningkat 50%-60% dibandingkan proyeksi tahun lalu, dari US$ 500 juta menjadi US$ 750 juta – US$ 800 juta, seiring rencana kebijakan pemerintah memberi peluang kepemilikan asing sebesar 100%. Dengan kebijakan baru itu, prinsipal farmasi multinasional akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi sehingga berimplikasi meningkatkan teknologi di sektor ini dan bisa menurunkan harga obat menjadi lebih murah.

Sri Indrawati, Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes RI, mengharapkan investasi yang siap masuk akan kapasitas produksi obat nasional akan bertambah terutama untuk obat etikal yang belum diproduksi di dalam negeri, seperti obat kanker, jantung, dan diabetes. Masyarakat akan lebih mudah memperoleh obat yang dibutuhkan.

Perkiraan investasi senilai US$ 750 - 800 juta itu merupakan asumsi dari pembangunan pabrik farmasi. Untuk pembangunan pabrik pengemasan, membutuhkan investasi sekitar US$ 250 juta. Pembangun pabrik dengan produksi penuh (hulu ke hilir/full production), nilai investasinya bisa mencapai US$ 500 juta. "Tergantung produksi dan jenis obatnya," katanya. Menurut Sri Indrawati, jenis obat menentukan besaran investasi yang akan dialokasikan untuk pembangunan pabrik.

Direktur Eksekutif IPMG, Parulian Simanjuntak menjelaskan jika obat resep untuk penyakit modern seperti kanker, jantung, dan diabetes bisa diproduksi di dalam negeri, masyarakat tidak perlu lagi membelinya ke luar negeri. Pada 2010, pasar farmasi domestik diproyeksikan mencapai Rp 32,9 triliun, naik 11% dibandingkan 2009 sebesar Rp 29,7 triliun. Pertumbuhan pasar farmasi lokal rata-rata 11% per tahunnya diatas pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada 2010, produsen farmasi asing mendapat omset Rp 6,9 triliun. Sedangkan pangsa pasar produsen farmasi lokal Rp 26 triliun atau 79%. Pangsa pasar industri farmasi asing menurun 16% sepanjang lima tahun terakhir. (dbs)

Subsidi kepada BUMN Farmasi untuk Perbaikan Mesin

Kementerian Kesehatan menilai pemberian subsidi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi untuk melakukan kewajiban pelayanan kepada publik atau public service obligation (PSO) lebih baik dalam bentuk perbaikan dan pembaharuan mesin produksi daripada untuk produk obat generik. Adapun tiga BUMN yang diusulkan mendapatkan subsidi PSO, yakni PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT Biofarma (Persero). 

Sri Indrawati, Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, mengatakan pemberian subsidi PSO untuk perbaikan dan pembaharuan mesin akan meningkatkan kemampuan tiga perusahaan farmasi milik pemerintah tersebut untuk bersaing dengan perusahaan farmasi asing. 

Dengan begitu, ketiga perusahaan itu bisa merebut pangsa pasar farmasi domestik lebih besar dan memberikan harga obat yang lebih kompetitif bagi masyarakat. "Subsidi itu bisa membuat mereka (BUMN farmasi) untuk bisa leading dalam hal inovasi dan pengembangan obat, tapi jangan diberikan untuk produk obat," katanya.

Dia mengatakan apabila pemerintah, didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tetap memberikan subsidi ke BUMN farmasi untuk mensubsidi produksi obat generik, Kementerian Kesehatan tetap konsisten dengan rencananya untuk menaikkan harga obat generik. Kementerian Kesehatan mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan perkembangan industri farmasi nasional dalam menentukan harga obat.


Pemerintah mengkalkulasi kenaikan harga obat generik pada tahun ini maksimal 10% menyusul peningkatan harga bahan baku. Penyesuaian harga tersebut dilakukan agar kenaikan harga obat generik sesuai dengan daya beli masyarakat dan industri. "Kalaupun naik tidak akan besar," ujarnya.

Pada obat generik, dominasi pasar saat ini masih dikuasai perusahaan farmasi BUMN, terutama Kimia Farma, Indofarma, dan Biofarma. Pemerintah merupakan pemegang saham mayoritas di tiga BUMN farmasi itu. Pemerintah juga akan menaikkan anggaran kesehatan sebesar 5% pada 2011 menjadi Rp 22,05 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 21 triliun.

Irnanda Laksanawan, Deputi Bidang Usaha Industri dan Manufaktur Kementerian BUMN, mengatakan kewajiban memberikan pelayanan kepada publik oleh perusahaan farmasi milik pemerintah merupakan hal baru untuk Indonesia. Di ASEAN belum pernah ada wacana tersebut. Pertimbangan pemberian subsidi PSO karena perusahaan-perusahaan farmasi tersebut dinilai lebih banyak bekerja berdasarkan penugasan dari pemerintah. "Masih terus dikaji, dan tinggal menunggu persetujuan DPR," ungkap dia.

Pemberian fasilitas PSO kepada BUMN farmasi ditargetkan akan membuat produsen lebih mampu mengembangkan divisi riset dan pengembangan perseroan untuk bersaing, menyusul diimplementasikannya perdagangan bebas antara ASEAN dan China (AC-FTA). Total dana PSO yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan farmasi tersebut diperkirakan mencapai Rp 400 miliar setiap tahun. Dana tersebut rencananya dibagikan untuk kebutuhan subsidi jenis obat generik dasar sebesar Rp 285 miliar, dan untuk mendukung program pembangunan bidang kesehatan terkait millenium development goals sebesar Rp 115 miliar.

Perusahaan-perusahaan BUMN farmasi sebenarnya dapat melakukan pendanaan sendiri untuk melakukan inovasi melalui pembaruan maupun perbaikan mesin meski tanpa subsidi. Kinerja BUMN farmasi sejauh ini cukup baik. Memanfaatkan pasar farmasi Indonesia yang besar, BUMN farmasi harusnya dapat terus mendorong kinerja penjualan maupun laba bersihnya.

Posisi rasio utang terhadap ekuitas (DER) BUMN farmasi juga masih rendah, seperti Kimia Farma yang memiliki DER masih berada pada 0,59 kali, maupun Biofarma dengan DER sebesar 0,26 kali. Hanya DER Indofarma yang lebih tinggi dibanding 2 perusahaan farmasi pemerintah lainnya, yakni mencapai 1,94 kali. Dengan level DER yang masih rendah serta pertumbuhan kinerja penjualan serta laba bersih, perusahaan farmasi pemerintah masih dapat mengusahakan sendiri pendanaan untuk melakukan inovasi.

Meski demikian, PSO atau subsidi dapat tetap diberikan kepada BUMN farmasi dengan ditujukan untuk kepentingan kesehatan masyarakat miskin. Menaikkan kualitas bahan baku dari produksi obat generik misalnya, atau memproduksi obat lain dengan kualitas bersaing untuk masyarakat kelas bawah, dapat dengan menggunakan dana PSO. Yang terpenting, dana PSO yang diberikan harus dialokasikan untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

 
Anthony Charles Sunarjo, Ketua Umum GP Farmasi, menilai pemberian fasilitas PSO bagi perusahaan farmasi pemerintah adalah bentuk ketidakadilan karena perusahaan-perusahaan tersebut lebih berorientasi mencari keuntungan. Sementara, konsep subsidi dalam bentuk PSO dinilai tidak jelas. 


Ia mengatakan perusahaan farmasi tidak bisa disamakan dengan perusahaan listrik negara PT PLN ataupun PT Kereta Api Indoneisa. "PLN dan PT Kereta Api kan jelas, mereka memberikan jasa," katanya.

Konsep subsidi itu, kata Anthony, memberikan pengganti pada daya beli masyarakat sehingga masyarakat yang tidak mampu membayar bisa digantikan oleh subsidi pemerintah. Sementara BUMN farmasi meminta subsidi untuk persiapan menghadapi kompetisi.

Anthony lebih setuju jika subsidi diberikan kepada Biofarma. Dasar pertimbangannya, Biofarma adalah satu-satunya produsen vaksin sehingga bisa membantu masyarakat yang tidak mampu. Selain itu, Biofarma merupakan salah satu BUMN farmasi yang belum berstatus perusahaan publik.(dbs)

GPFI : Harga Bahan Baku Farmasi Naik 5%

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menyatakan, harga jual obat tahun ini akan naik maksimal 5% pada kuartal I 2011. Kenaikan akan terjadi pada jenis obat resep (etikal), sedangkan untuk obat generik tergantung subsidi pemerintah. 






Kenaikan itu karena dipengaruhi oleh naiknya harga bahan baku obat seperti sulfametoxazol ciprofloxacin, dextromethorphan, dan alumunium hydroxide naik 5% di awal tahun ini seiring peningkatan bea masuk impor produk itu dari 0% menjadi 5%. 





Menurut Ketua Komite Bahan Baku GPFI Vincent Harijanto, kenaikan harga bahan baku obat (BBO) itu berpotensi meningkatkan biaya produksi dan mendorong harga obat. Dengan tingginya impor BBO, bea masuk menjadi faktor yang penting. Permenkeu No.241/PMK.011/2010 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor justru memicu kenaikan bea masuk BBO.



Meskipun Menteri Perekonomian Hatta Radjasa sudah menunda pemberlakuan peraturan itu per 21 Januari 2011, bukan menjadi jaminan, bahwa kebijakan itu langsung diterapkan pada tataran teknis.


 


Menurutnya, penundaan peraturan tidak cukup sebatas pernyataan lisan, harus dikuatkan oleh Surat Menkeu sebagai pedoman teknis. Jika tidak, akan terjadi praktik pungutan liar oleh petugas di pelabuhan.



Kenaikan harga BBO akibat pemberlakuan peraturan Menkeu itu akan membebani produsen obat generik, karena kebutuhan bahan baku untuk obat generik lebih banyak dibanding kebutuhan untuk obat resep dan obat bermerek.



Sementara itu Syamsul Arifin, Direktur Utama Kimia Farma, juga menjelaskan perseroan akan menaikkan harga obat resep (etikal) bermerek sebesar 10-12% tahun ini, karena peningkatan beban pokok penjualan.
(erw)

Javaplant Hari Ini

Perjalanan bisnis dalam sepuluh tahun ini telah memposisikan Javaplant sebagai Specialized Botanical Extraction Industry. Tahun ini, kapasitas produksinya setiap bulan mencapai 115 ton botanical extraction dengan kualitas berstandar internasional. Javaplant kini memiliki dua linifasilitas produksi, di-setting sesuai karakteristik dari jenis tumbuhan.

Untuk herbal, seperti jahe, kayumanis, dan pasak bumi diolah di pabrik yang pertama. Sementara black tea, green tea dan black coffee prosesnya dilakukan pada fasilitas produksi yang baru selesai dibangun pada 2007 lalu.

Javaplant Hari IniDua lini produksi yang dibangun oleh Javaplant memiliki 8 unit precolator. Masing-masing unitnya berkapasitas 4000 liter, namun output yang dihasilkan mencapai delapan kali lipat dari sebelumnya. 

Saat ini Javaplant menghasilkan produk-produk ekstrak untuk disuplai pada lima jenis industri. Untuk green tea dan black tea konsumsi untuk industri food & beverages. Sedangkan untuk ekstrak jahe, kayumanis, pasak bumi, black pepper, lada hitam, serta lada putih menjadi konsumsi industri nutrasitikal, farmasi dan kosmetik. Masing-masing ekstrak diproduksi dalam berbagai jenis sediaan yakni powder, liquid, concentrate, oleoresin dan paste dengan standar yang berlaku. 

Javaplant : Carrying Indonesia Origin Botanicals

Awalnya Javaplant dibangun untuk memenuhi kebutuhan ekstrak herbal asli Indonesia di pasar domestik. Namun di pasar internasional perusahaan ini justru dikenal sebagai The Biggest Botanical Extraction Industry yang gencar mempopulerkan herbal asli Indonesia. 

Di usianya yang kesepuluh tahun ini Javaplant menawarkan nilai tambah yang kreatif guna memacu produktivitas industri farmasi dan food & beverages dalam negeri. Target utamanya adalah  industri farmasi, nutrasitikal, kosmetik serta makanan dan minuman. Apa tawaran menarik dari Javaplant saat ini?

Top Ad 728x90