Excipient And Coating Systems Solutions

Excipient And Coating Systems Solutions
PT CAHAYA BUMI CEMERLANG
CBC Indonesia berdiri pada tahun 1990 yang merupakan kantor perwakilan Connell Bros Company, perusahaan berbasis di San Francisco Amerika Serikat, yang reputable di dunia internasional sebagai pengimpor, pengekspor, agen dan distributor berbagai macam bahan kimia dan bahan baku. Tahun 1990 itu merupakan awal penetrasinya di Indonesia.


Pada tahun 1993 ditetapkan menjadi PT. Connell Bersaudara Chemindo (CBC Indonesia), yang pada awalnya bergerak di bidang penjualan bahan baku cat dan tinta, kemudian memperluas usahanya sebagai pemasok bahan baku lainnya seperti plastik, karet, serta bahan baku untuk makanan.

Harga Jual Jamu Naik hingga 20%

Pertumbuhanan Pasar Jamu Nasional 2011 
Harga bahan baku tumbuhan rempah yang naik antara lain jahe, kunyit, temulawak, dan kencur.

Charles Saerang
Produsen jamu menaikkan harga jual sebesar 15%-20% sejak kuartal I 2011 akibat tingginya harga bahan baku. Kenaikan harga bahan baku jamu berupa rempah asli Indonesia tercatat hingga 300% sejak kuartal IV 2010, karena lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah ketimbang dijual kepada produsen jamu dan obat tradisional.

Menurut Charles Saerang, Ketum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional, produsen terpaksa menaikkan harga jual untuk menyeimbangkan kenaikan biaya produksi terhadap penjualan perusahaan. "Kenaikan harga produk jadi tidak bisa dihindari.

Lima Industri Dengan Pertumbuhan Omset Tertinggi 2010


Kementerian Kesehatan RI mencatat, pada 2010 pertumbuhan pasar obat di Indonesia mencapai 10% dengan nilai penjualan hingga Rp 39 triliun. Dari total penjualan di pasar domestik itu, perusahaan dalam negeri menguasai sekitar 70% atau Rp 27 triliun, sedangkan 30% perusahaan multinasional. 









Data IMS Health mencatat pasar farmasi Indonesia mencapai Rp 37,53 triliun pada 2010, naik dari Rp 33,96 triliun pada 2009. Beberapa industri farmasi tercatat memiliki pertumbuhan usaha tertinggi, mereka adalah PT Tempo Scan Pasific, PT Kalbe Farma Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Pyrydam Farma Tbk dan PT Merck Tbk.



PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC)


Meraih posisi pertumbuhan pendapatan tertinggi, dengan peningkatan sebesar 14% pada 2010 menjadi Rp 5,13 triliun dari Rp 4,49 triliun pada 2009.



Perseroan ini juga mencatat pertumbuhan laba usaha tertinggi di sektor farmasi, men-

capai 33% pada 2010 menjadi Rp 590,9 miliar dibanding 2009 sebesar Rp 445,5 miliar. Pertumbuhan pendapatan Tempo Scan ditopang oleh kenaikan pendapatan dari segmen jasa distribusi yang tumbuh 27% menjadi Rp 2,39 triliun.



Segmen produk konsumen tumbuh 12% menjadi Rp 1,13 triliun, sementara segmen obat-obatan hanya tumbuh 1% menjadi Rp 1,61 triliun.



Laba usaha Tempo Scan naik 33% setelah marjin usaha ekspansi menjadi 11,5% pada 2010 dari 9,9% pada 2009. Perusahaan dengan baik melakukan efisiensi dalam kegiatan usahanya sehingga marjin usaha dapat ekspansi, meskipun marjin kotornya mengalami penurunan. Marjin kotor Tempo Scan turun dari 37,3% pada 2009 menjadi 36,9% pada 2010.



PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)

Kalbe Farma mencatat pertumbuhan pendapatan tertinggi kedua, sebesar 13% pada 2010, dengan laba usaha yang tumbuh 14%. Diversifikasi usaha Kalbe Farma menjadi penopang pertumbuhan pendapatan dan laba usaha.



Sepanjang 2010, segmen nutrisi mencatat-kan pertumbuhan terbaik sebesar 19% dengan omset mencapai Rp 2,3 triliun. Segmen obat resep mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 17% menjadi Rp 2,6 triliun.



Sementara segmen yang berkontribusi terbesar terhadap pendapatan Kalbe Farma, yakni segmen distribusi dan kemasan, mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 13,8% menjadi Rp 3,7 triliun. Segmen produk kesehatan harus mengalami penurun-an penjualan sebesar 1,5% menjadi Rp 1,7 triliun.



Laba usaha Kalbe Farma tumbuh 14% senilai Rp 1,8 triliun, setelah laba kotor tercatat tumbuh 15%. Perusahaan dengan baik dapat menjaga kinerja marjinnya melalui kenaikan harga dan volume penjualan.



PT Kimia Farma Tbk (KAEF)

Pertumbuhan pendapatan tertinggi ketiga di sektor farmasi dicetak PT Kimia Farma Tbk (KAEF) sebesar 12%, dengan laba usaha tumbuh dengan cukup baik, 31%.



Namun pertumbuhan penjualan konsolidasi Kimia Farma harus tergerus oleh penurunan pada penjualan ekspor, meski penjualan domestik tercatat tumbuh 12%. Penjualan ekspor mencakup penjualan garam kina, yodium dan derivat, serta obat dan alat kesehatan harus turun 9% dibandingkan dengan tahun 2009. 




Pertumbuhan laba usaha Kimia Farma terjadi setelah marjin kotor berhasil didorong naik menjadi 28,4% pada 2010 dari 27,6% pada 2009.



Kinerja marjin usaha Kimia Farma tumbuh paling signifikan yang menunjukkan perseroan mampu lebih efisien dalam proses bisnisnya. Marjin usaha yang hanya 3,9% pada 2009 berekspansi menjadi 4,6% pada 2010, atau menunjukkan improve-ment hingga mencapai 17%.



PT Pyridam Farma Tbk

Sedangkan PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) mencatat  pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 7%, tapi mengalami penurunan laba usaha sebesar 17% pada tahun 2010. Terjadi kenaikan signifikan pada beban umum dan administrasi Pyridam yang menggerus laba usaha. Beban umum dan administrasi perusahaan naik 26% pada tahun 2010.



PT Merck Tbk

Pendapatan usaha Merck pada 2010 tumbuh 6%, ditopang kenaikan penjualan farmasi dan kimia. Namun, laba usaha perusahaan menurun sebesar 24%, selain disebabkan oleh meningkatnya beban pokok penjualan juga didorong oleh me-ningkatnya beban penjualan sebesar 20% menjadi Rp 223 miliar pada 2010 dari Rp 186 miliar pada 2009.



Meningkatnya beban penjualan ini mendorong marjin usaha Merck pada 2010 turun 28% dari 26,8% pada 2009 menjadi 19,3% pada 2010, level marjin usaha terendah sejak 2006. Beban pokok penjualan dari barang dagangan yang meningkat ini merupakan pembelian barang dari pihak terafiliasi Merck, yakni Merck KGaA, Jerman, dan Merck Sante S.A.S, Perancis. (erw)



Dana Riset Vaksin 100 Miliar Cuma Dipakai 2%

Vaksin memegang peranan penting terhadap ketahanan suatu negara terkait kualitas kesehatan penduduk dan pendapatan negara. Sayangnya, dana riset vaksin sebesar 100 miliar hanya dimanfaatkan ilmuwan lokal sekitar 2%.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama PT Bio Farma Drs. Iskandar Apt, MM saat ditemui di Wisma Antara, Jakarta, pada Kamis (12/5). Sebagai bagian dari meningkatkan kualitas vaksin nasional, Bio Farma sudah melakukan sinergi ABG (Academic, Business and Government).

“Sayangnya, masih banyak masalah vaksin yang harus dibenahi. Dari segi riset misalnya, hanya 2% dana riset sekitar 100 miliar yang dimanfaatkan oleh periset lokal. Sehingga, kami harus bekerja sama dengan pihak asing. Seandainya periset lokal dapat memanfaatkan dana ini dengan baik, tentu dunia vaksin nasional akan semakin berkualitas,” ujar Iskandar. Ia mengakui bahwa saat ini, industri vaksin nasional tertinggal 10 tahun dibandingkan negara maju.

Vaksin diakui berperan besar dalam kualitas pertahanan suatu negara. “Kita masih ingat 2 sampai 3 tahun lalu, dunia dihebohkan dengan virus flu burung. Singapura juga pernah dijauhi masyakarat luar karena penyebaran SARS. Vaksin berperang sangat penting untuk mencegah penyebaran virus tersebut.” Iskandar sempat pula meramalkan perang di masa depan tidak lagi soal gontok-gontokan fisik. Virus bisa menjadi alat perang namun tidak bisa dipastikan kapan dan dimana, ujarnya.

Beberapa penyebab dana riset vaksin tidak dapat dimanfaatkan maksimal oleh periset lokal salah satunya peneliti Indonesia yang tidak ‘murni’ mencetuskan ide penelitian. “Banyak peneliti lokal yang menawarkan hasil riset namun ternyata beberapa komponen ide ataupun bagian dari penelitian berasal dari pihak luar. Karenanya, kami tidak bisa menerima hasil riset tersebut.”

Selain itu, Iskandar mengakui bahwa hasil atau proposal riset yang bisa memanfaatkan dana Bio Farma adalah riset yang sepenuhnya untuk kepentingan komersil. “Kalau dari awal riset dilakukan untuk bukan kepentingan komersil, kami tidak bisa menggunakannya.” 

Alasan terakhir adalah banyaknya ilmuwan Indonesia yang belum siap dengan rentetan uji coba penelitian yang melibatkan ribuan orang. “Untuk sampai tahap pengesahan vaksin, ilmuwan harus melakukan uji coba klinis yang melibatkan ribuan lokal. Banyak ilmuwan yang tidak siap dengan hal ini.” (dbs)

Top Ad 728x90