2012: Nilai Omset Produk OTC Diprediksi US$ 1,97 Miliar

KUASAI 41% TOTAL FARMASI NASIONAL

Ketua Umum GP Farmasi Johannes Setijono memprediksi tahun ini nilai omset penjualan produk obat OTC akan mencapai angka Rp.18,58 triliun atau menguasai 41% dari total pasar farmasi nasional.

Sebelumnya, hingga akhir 2011, nilai total pasar farmasi nasional diproyeksikan sebesar Rp.48 triliun.
Johannes, yang saat ini menjabat sebagai President Commisioner PT Kalbe Farma Tbk menambahkan, pasar farmasi nasional akan menuju level pertumbuhan 20 persen sementara saat ini pertumbuhan pasar mencapai sekitar 13% -14%.



"Tahun ini, nilai pasar OTC bisa mencapai sekitar US$ 1,97 miliar dan mencapai US$ 2,33 miliar pada 2013. OTC termasuk mencakup produk vitamin dan suplemen,"  kata Johannes usai acara Indonesia Brand Champion Award di Jakarta.

Menurutnya pasar farmasi nasional bakal bertumbuh pesat setelah pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Johannes memperkirakan pada saat itu belanja kesehatan di Indonesia akan mencapai 5% dari total GDP. Saat ini belanja kesehatan hanya mencapai 2% dari GDP.

"Asumsinya angka itu tercapai dalam kurun 10 sampai 15 tahun mendatang. Karena implementasi itu memerlukan waktu yang panjang. Pada saat pelaksanaan sistem kesehatan itu sudah berjalan optimal, volume obat yang disalurkannya juga akan meningkat signifikan menyesuaikan kebutuhan nasional, sementara porsi produk OTC akan lebih kecil. Artinya, pasar obat etikal secara volume akan meningkat pesat sementara obat OTC tumbuh secara normal," jelas Johannes.

Sementara itu, nilai produk herbal nasional, Johannes mengutip data GP Jamu Indonesia, tahun 2012 ditargetkan mencapai Rp13 triliun atau naik sekitar 13% dibandingkan tahun 2011, sebesar Rp.11,5 triliun.


"Di Indonesia, pemakaian produk herbal sebagai pengobatan alternatif dilakukan oleh masyarakat secara langsung, tanpa melalui resep. Pengobatan alternatif menggunakan obat herbal di Indonesia, sudah memiliki peraturan dari Kementerian Kesehatan. Tapi belum masuk ke dalam sistem asuransi," kata Johannes.

Ia menjelaskan bahwa sistem pengobatan terintegrasi menggunakan obat kimia dan herbal membutuhkan dukungan pengembangan riset dan penelitian dan regulasi yang mengatur pelaksanaanya. Namun kemungkinan pelaksanaan itu tetap ada mengingat Indonesia memiliki kekayaan sumber bahan baku yang potensial untuk memenuhi kebutuhan dunia kesehatan.

"Harus ada sistem yang terintegrasi dari pemerintah, terutama dalam bidang riset yang berkonsentrasi pada herbal hingga mencapai standar fitofarmaka. Uji klinis yang dilakukan tidak hanya pembuktian khasiat, tetapi memenuhi standar kualitas yang yang berlaku secara global," jelas Johannes. (erw/dbs)

IPMG Perketat Kode Etik Farmasi Hentikan Praktik Suap

Asosiasi perusahaan farmasi (IPMG International Pharmaceutical Manufacturer Group) akan memberlakukan aturan lebih ketat bagi anggotanya untuk menghentikan praktik suap bagi tenaga kerja kesehatan.

Allen Doumit Ketua Sub Komite Praktik Pemasaran IPMG mengatakan bahwa organisasinya telah merevisi kode etik pemasaran obat. Dengan kode etik ini industri farmasi tidak diijinkan memperlakukan dokter dan tenaga kesehatan dengan berlebihan karena akan menyebabkan konflik kepentingan.

Jika sebuah perusahaan farmasi ingin mensponsori keberangkatan dokter ke sebuah seminar atau konferensi di luar negeri maka dokter tersebut harus berangkat sehari sebelum acara dimulai dan kembali sehari sesudahnya.

"Jadi kami tidak bisa mengirim dokter seminggu sebelum acara dan tidak boleh ada perjalanan lain yang tidak berhubungan dengan acara tersebut," katanya.

Anggota IPMG juga dilarang keras memberi hadiah untuk kepentingan pribadi dokter termasuk liburan, barang mewah, honor pembicara yang kelewat tinggi, atau diskon obat yang berlebihan.

Industri farmasi juga tidak diperbolehkan membayari dokter untuk kegiatan hiburan dan jalan-jalan dan kegiatan yang berhubungan dengan profesi tidak boleh disertai keluarga.

Allen mengakui selama ini larangan menjamu dokter di hotel mewah atau penerbangan kelas bisnis tidak diatur secara tegas meski juga tidak disetujui. "Dengan kode etik baru ini aturannya akan lebih ketat," ujarnya.

Allen juga mengatakan bahwa harus ada perubahan paradigma dari dokter dan tenaga kesehatan yang kadang mengharapkan atau bahkan meminta perusahaan farmasi memberi insentif atau tunjangan hari raya. "Makanya kami harap pemerintah bisa terlibat untuk mengawasi," ujarnya.

Parulian Simanjutak, direktur eksekutif IPMG mengakui tantangan cukup berat agar industri farmasi mematuhi kode etik ini. Ia mengatakan IPMG hanya memiliki 24 anggota, sedangkan ada lebih dari 200 perusahaan farmasi di Indonesia.

Allen mengatakan bahwa meskipun bukan anggota IPMG, perusahaan farmasi lain juga seharusnya mematuhi kode etik internasional. Menurutnya pelanggaran kode etik bisa berakibat serius. "Perusahaan saya (Bayer) pernah didenda US$10 juta, dan ada perusahaan lain yang didenda US$ 100 juta," katanya.

Allen mengatakan pelanggaran serius belum banyak ditemui di Indonesia. Meski demikian ia mengakui, ada beberapa karyawan perusahaan farmasi yang menyuap dokter atau Rumah Sakit dengan dana pribadi namun mengatasnamakan perusahaan.

"Kami sendiri sangat serius dalam menegakkan kode etik ini, belum lama kami menegur sebuah perusahaan farmasi yang mengirimkan karangan bunga bagi sebuah Rumah Sakit," katanya. (dbs)

Related Article:
- IPMG Perbarui Kode Etik tentang Praktik Pemasaran Farmasi

BUMN Farmasi Diminta Pasok Bahan Baku Obat

Kementerian Kesehatan RI meminta perusahaan farmasi pelat merah memproduksi bahan baku obat. "Sebanyak 96 persen bahan baku obat masih dari impor," kata Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, ketika ditemui seusai acara Konsultasi Publik Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Nasional dalam Menghadapi Dinamika Ekonomi Global di Graha Sawala, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kamis, 21 Juni 2012.



Sebagai negara yang terkenal kaya akan aneka ragam tanaman obat-obatan, aneh jika Indonesia masih mengandalkan bahan baku untuk obat-obatan impor dari luar negeri. Dia pun berencana menemui Kementerian Badan Usaha Milik Negara agar perusahaan pelat merah seperti Indofarma, Kimia Farma, dan Biofarma mau menjadi pelopor untuk memproduksi bahan baku obat.

Rencana ini, menurut Linda, sudah diusulkan sejak Endang Rahayu masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan. "Karena ibu sakit kemudian wafat, jadi sedikit tertunda," katanya.

Untuk mewujudkan industri hulu ini, Kementerian Kesehatan bersama instansi lain membentuk kelompok kerja nasional. Bersama dengan institusi industri, bisnis dan pemerintah yang diwakili oleh Kemenkes, Kemenko, dan Kementerian BUMN, mereka akan berusaha mendorong produksi bahan baku obat. Selama ini bahan baku farmasi diimpor dari India dan Cina.

Jika mayoritas bahan baku masih impor, Linda menyebut 90 persen kebutuhan obat nasional sudah bisa disediakan dari produsen lokal. Sisanya 10 persen masih diimpor dari negara lain yang memiliki teknologi tinggi. Ada beberapa obat yang jika Indonesia memproduksi sendiri malah memerlukan biaya yang cukup mahal dibanding mengimpor. (dbs)

Peredaran Obat Palsu Diperkirakan Rp 440 Miliar

Peredaran obat palsu tahun ini diperkirakan mencapai Rp 440 miliar, atau 1% dari total pasar farmasi nasional Rp 44 triliun, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan. Obat palsu yang beredar merupakan obat produksi domestik dan impor.


"Peredaran obat palsu karena ada sebagian konsumen yang cenderung membeli obat dengan harga lebih murah, tanpa memperhatikan keasliannya," kata Roland Hutapea, Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga BPOM. Faktor itu yang dimanfaatkan oleh pemalsu obat, baik lokal maupun impor untuk mengedarkan produknya.

Dalam 5-6 tahun terakhir, obat yang dipalsukan  antara lain obat pereda nyeri seperti Ponstan, karena populer di masyarakat sebagai pereda rasa sakit yang mudah dikonsumsi tanpa resep dokter. "Selain itu, obat jenis antibiotik dan obat kuat palsu juga banyak dipalsukan," ujar Roland.

Roland mengatakan dalam upaya pencegahan terhadap peredaran obat-obatan palsu, BPOM selama ini bekerja sama dengan aparat kepolisian, kejaksaan, serta Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan untuk mencegah masuknya obat-obatan palsu yang diimpor.
"Upaya pencegahan obat-obatan palsu ada dua jenis, yakni pencegahan sebelum beredar serta pengawasan dalam peredaran obat," kata Roland.

IPMG memproyeksikan peredaran obat palsu di Indonesia mencapai 15%-20% dari total pasar farmasi nasional. Lutfi Mardiansyah, Ketua IPMG menyatakan pada 2011 peredaran obat palsu di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 5,7 triliun - Rp 7,6 triliun, meningkat 11% dibanding 2010.

Tingginya peredaran obat palsu di Indonesia saat ini karena harganya lebih murah dibandingkan obat yang memiliki hak paten. Obat palsu yang beredar di Indonesia ada yang diracik di dalam negeri namun ada pula yang diimpor dari beberapa negara seperti Singapura dan Malaysia. Hal itu karena obat-obat tersebut diimpor secara ilegal. Penggunaan obat palsu merugikan masyarakat dan produsen farmasi di Indonesia.

Peredaran obat palsu merugikan produsen farmasi di Indonesia, baik perusahaan lokal seperti PT Kalbe Farma Tbk, PT Tempo Scan Pacific Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Indofarma Tbk, dan PT Pyridam Farma Tbk, maupun perusahaan farmasi asing seperti PT Merck Tbk, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, dan PT Schering-Plough Indonesia Tbk.

Ketua Umum Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Widyaretna Buenastuti, memperkirakan kerugian ekonomi akibat peredaran obat palsu di Indonesia tahun ini diperkirakan 3,5% dari total pasar farmasi nasional. "Perbedaan angka baik dari BPOM maupun asosiasi kemungkinan besar karena perbedaan metodologi perhitungan," ujarnya.

Menurut dia, peredaran obat palsu cenderung meningkat karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap aksi pemalsuan serta makin bertambahnya permintaan obat di Indonesia. Pemalsuan obat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya membuat kemasan palsu atau impor ilegal. Produk obat palsu umumnya dikemas dengan kemasan yang menyerupai kemasan asli. Selain itu, peredaran obat palsu sering menggunakan kemasan obat luar negeri, namun produknya palsu.

Sementara obat palsu melalui impor ilegal dilakukan dengan cara impor pararel, yaitu impor yang dilakukan dengan menjual kembali produk ke suatu negara tanpa izin atau persetujuan dari pemegang hak paten atau lisensi.

Data Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia menyebutkan pasar farmasi di Indonesia pada 2012 diperkirakan mencapai Rp 43,3 triliun - Rp 43,7 triliun, tumbuh 13%-15% dibanding 2011. Pasar farmasi nasional tumbuh di atas 10% dalam tiga tahun terakhir. Di 2011, pasar farmasi nasional mencapai Rp 38 triliun, naik 11,7% dibanding 2010 sebesar Rp 34 triliun.(dbs)

Opini: Mengapa Harga Obat di Indonesia Beda?

Sebagian besar masyarakat menganggap harga obat di Indonesia cenderung mahal dibandingkan di negara-negara lain. Bahkan, pemerintah sendiri sering menuding sebagian besar perusahaan farmasi yang beroperasi di Indonesia mematok marjin keuntungan yang besar untuk obat-obatan yang diproduksinya. 

Meskipun selalu mendapat bantahan dari kalangan industri terkait besarnya marjin keuntungan yang diperoleh. Dengan berbagai argumen yang industri menyatakan bahwa harga obat di Indonesia relatif terjangkau oleh masyarakat dalam negeri. 


Ada beberapa pertimbangan yang dapat menjelaskan mengapa harga berbeda antar-negara. Pertama, ada perbedaan dalam selera dan preferensi yang mempengaruhi permintaan. Ada perbedaan yang signifikan antara kebudayaan yang berbeda [Payer, 1988]. Hal ini berlaku untuk pilihan obat serta kuantitas obat (dosage) dan bentuk administrasinya. 

Mereka yang menyabet penghargaan Corporate Image Award 2012

Citra perusahaan yang baik akan mempengaruhi persepsi dan preferensi konsumen secara positif. Bagi seorang CEO’’s, top manajemen dan investor ini telah menjadi sebuah standar yang patut dipenuhi. Beragam riset dan studi menunjukan bahwa citra perusahaan dan perilaku konsumen saling mempengaruhi satu sama lain. Citra perusahaan yang baik membantu perusahaan meningkatkan pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan.

Baru-baru ini telah terselenggara Corporate Image Award 2012 yang merupakan ajang penghargaan pada perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mempertahankan citra yang baik di mata publik. Corporate Image  Award 2012 ini digelar oleh majalah Bloomberg Business Week bersama dengan Frontier Consulting Group dengan melakukan survei kepada empat kelompok responden yaitu manajemen/pelaku bisnis, stock holder/investor, jurnalis (selain infotainment) dan publik. Pelaksanaan survei dari program ini telah dilakukan pada bulan April 2012 dan menghasilkan beberapa perusahaan yang masuk di jajaran terbaik pada Corporate Image Index.

Berikut adalah perusahaan-perusahaan di sektor Farmasi, Rumah sakit, Laboratorium, Makanan, Minuman dan perusahaan-perusahaan pendukung yang meraih penghargaan pada Corporate Image Award 2012 itu :


OTC Pharmaceutical


CII 2012


Category


PT Kalbe Farma, Tbk


4.025


Excellent


PT Pharos Indonesia


3.720



PT Tempo Scan Pacific, Tbk


3.665



PT SOHO Industri Pharmasi


3.511



Industri


3.730




Ethical Pharmaceutical


CII 2012


Category


PT Kalbe Farma Tbk


4.005


Excellent


PT Sanbe Farma


3.717


Excellent


PT Pfizer Indonesia Tbk


3.487



Dexa Medica


3.446



Industri


3.664




Pharmaceutical Distributor


CII 2012


Category


PT Enseval Putra Mega Trading


3.603


Excellent


PT Tempo Distribusi


3.558


Excellent


PT Anugrah Pharmindo Lestari ( APL )


3.519



PT Anugrah Argon Medika ( AAM )


3.351



Industri


3.508



Hospital CII 2012 Category
PT Lippo Karawaci, Tbk (Siloam Hospitals) 3.775 Excellent
RS Mitra Keluarga Group 3.700 Excellent
Hermina Hospital Group 3.522
Ramsay Health Care 3.307
Industri 3.576


Laboratory


CII 2012


Category


PT Prodia Widyahusada (Prodia)


3.676


Excellent


PT Bio Medika Laboratorium Klinik Utama


3.515


Excellent


PT Pramita


3.282



Industri


3.491




Drug Store


CII 2012


Category


PT Kimia Farma (Kimia Farma)


3.835


Excellent


PT Century Franchisindo Utama (Century)


3.447



PT K-24 Indonesia (K-24)


3.322



Industri


3.535




Health And Beauty Store


CII 2012


Category


PT Century Franchindo Utama (Century)


3.646


Excellent


PT Hero Supermarket (Guardian)


3.575


Excellent


PT Duta Inti Daya (Watson)


3.203



Industri


3.475



Cosmetic CII 2012 Category
PT Mustika Ratu Tbk 3.758 Excellent
PT Martina Berto Tbk 3.710 Excellent
PT L’oreal Indonesia 3.585
PT Eres Revco (Revlon) 3.512
Industri 3.641



Food


CII 2012


Category


PT Indofood Sukses Makmur,Tbk


4.101


Excellent


PT Garudafood Putra Putri


3.614



PT Mayora Indah, Tbk


3.606



Orang Tua Group (OT)


3.441



Industri


3.691




Beverages


CII 2012


Category


PT Tirta Investama (Danone Aqua)


3.962


Excellent


PT Coca-Cola Indonesia


3.711


Excellent


PT Sinar Sosro


3.661



PT Asia Health Energi Beverage


3.330



Industri


3.666




Food & Beverages Distributor


CII 2012


Category


PT Indomarco Adi Prima


3.666


Excellent


PT Arta Boga Cemerlang


3.603


Excellent


PT Inbisco Niaga


3.259



PT Sinar Niaga Sejahtera


3.230



Industri


3.439




Milk


CII 2012


Category


PT Nestle Indonesia


3.901


Excellent


PT Frisian Flag Indonesia


3.770


Excellent


PT Indolakto (D/H Indomilk)


3.453



Industri


3.708




Traditional Herbal Medicine


CII 2012


Category


PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul


3.809


Excellent


PT Nyonya Meneer


3.554



PT Air Mancur


3.305



Industri


3.556




Beauty Center


CII 2012


Category


PT Erha Medicals (Erhaclinic Indonesia)


3.569


Excellent


Pesona Natasha Gemilang (Natasha Skin Centre)


3.496


Excellent


PT Riestra House (House of Riestra)


3.299



Industri


3.455




Livestock Food


CII 2012


Category


PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk


3.595


Excellent


PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk


3.548


Excellent


PT Sierad Produce Tbk


3.284



Industri


3.476




Seed Manufacturer


CII 2012


Category


PT Dupont Indonesia


3.473


Excellent


PT East West Seed Indonesia


3.437


Excellent


PT Sang Hyang Seri


3.340



Industri


3.417


BPK: Tiga BUMN Farmasi Terindikasi Boros?

Banyak kalangan seringkali berseloroh tentang BUMN Farmasi yang lebih bersemangat mengadakan 'pembelian' daripada melakukan 'penjualan'. Tampaknya gurauan itu terbukti dari temuan audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Biofarma, PT Kimia Farma Tbk, dan PT Indofarma Tbk, memperlihatkan betapa rapuhnya tiga persero itu.

"Pemeriksaan BPK dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dari tahun buku 2008 hingga 2010 terhadap tiga farmasi plat merah ini bertolak belakang dengan iklan-iklan yang mereka lakukan seakan-akan menunjukkan bahwa kondisi kefarmasian Indonesia sangat sehat. 

Sementara BPK menemukan dugaan pemborosan anggaran," kata Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/6/2012).

Oleh karena begitu hebatnya pencitraan yang mereka bangun, lanjut Iskandar Sitorus, mendorong Kementerian BUMN bersemangat merancang holding BUMN Farmasi. Padahal justru yang terjadi sebaliknya.


Di PT Biofarma, misalnya, ada beberapa proses yang salah dalam pengadaan barang dan jasa. "Pengadaan barang dan jasa tahun 2008 dan 2009 (Semester I) senilai Rp 9.218.590,000 dilaksanakan Direksi Bioframa tidak melalui proses pemilihan langsung/proses pelelangan," ungkap Iskandar.


"Pengadaan itu merupakan pembelian berulang (repeat order) namun pembelian sebelumnya juga dilaksanakan melalui penunjukan langsung, tetap saja bukan pemilihan langsung sebagaimana yang dipersyaratkan perundang-undangan," imbuhnya.

Kerugian negara pada Biofarma, menurut Iskandar dalam suratnya, setidaknya terjadi pada pengadaan barang dan jasa pada semester I tahun 2008 dan 2009 senilai Rp9,2 miliar dimana pengadaannya dilakukan tidak melalui pelelangan. Pengadaan tersebut juga merupakan pembelian berulang (repeat order).


Selain itu, Komisaris dan Direksi Biofarma tidak dapat mempertanggung-jawabkan pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang menjadi asset Biofarma. Padahal mereka melakukannya melalui kantor notaris dengan biaya sebesar Rp1,7 miliar. Belum lagi, untuk melakukan jamuan tamu dalam rangka kegiatan monitoring penjualan vaksin imunisasi kepada Departemen Kesehatan tahun 2008 dan 2009 Direksi Biofarma menghambur-hamburkan uang Rp277,5 juta.


Direksi Biofarma diduga kuat terkait dengan proyek-proyek pengadaan dalam kaitan penelitian untuk penanggulangan flu burung, seperti pengadaan sample telur untuk riset yang dipasok dari Hongkong melalui jejaring perusahaan terdakwa M Nazaruddin yang diduga terjadi karena KKN dan sarat dengan perbuatan melawan hukum.

Di Kimia Farma, kata Iskandar, laporan Rp81,9 miliar akun piutang dan arus kas masuk PT Kimia Farma yang tidak valid. Pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerjasama pemasaran PT Kimia Farma dengan PT Pharmasolindo tidak sesuai dengan ketentuan sehingga terindikasi kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar.

“Terdapat pembayaran biaya representasi PT Kimia Farma sebesar Rp4,8 miliar sehingga PT Kimia Farma rugi minimal sebesar Rp1,1 milar atas pembayaran biaya representasi kepada Direksi dan Manajer. Selain itu juga terjadi pengeluaran PT Kimia Farma Trading & Distribution (PT KFTD) sebesar Rp3,6 miliar untuk pembayaran biaya representasi Direksi dan Manajer yang sulit diyakini keabsahannya,” ungkap Iskandar.

Demikian juga soal pembayaran biaya representasi PT Kimia Farma dan PT Kimia Farma Trading dan Distribusi (KFTD) sebesar Rp 4,838 miliar tidak sesuai ketentuan, sehingga PT Kimia Farma rugi minimal sebesar Rp1,16 miliar atas pembayaran biaya representasi kepada Direksi dan Manajer, ujar Iskandar Sitorus.

"Terjadi pengeluaran PT KFTD minimal sebesar Rp3,678 miliar untuk pembayaran biaya representasi Direksi dan Manajer tidak dapat diyakini keabsahannya. Hal itu terjadi disebabkan Direksi PT Kimia Farma dan PT KFTD membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkapnya.


Selain itu ada perjanjian pengolahan bahan baku kina menjadi garam kina dengan ASN Pada 2010 berpotensi merugikan PT Kimia Farma minimal sebesar Rp484,690 juta. Permasalahan tersebut disebabkan Direksi PT KF dalam menetapkan harga jual jasa maupun produk kina, khususnya kulit kina succirubra tidak mempertimbangkan tingkat keuntungan.


"Bahkan, BPK menemukan pengadaan satu unit mesin filling sachet Horizontal STE-14D merugikan PT Kimia Farma dan pencatatan hutang kepada PT Asco Kemasindo tidak sesuai ketentuan, sehingga PT Kimia Farma mengalami kerugian minimal Rp110,96 juta serta akun aset lain-lain dan hutang dagang PT Kimia Farma per 31 Desember 2009 lebih saji (overstated) sebesar Rp 443,84 juta," tuturnya.


Dia berharap, Kementerian BUMN mengkaji ulang model holding yang sedang dibahas kantor Kementerian BUMN dengan model merger murni, yang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan agar model Holding PTPN yang banyak mengandung kesalahan dan protes stake holder BUMN karena sebelumnya tidak diaudit total oleh BPK RI tidak akan terulang lagi.

 

"Apalagi Kementerian BUMN hanya akan mengholdingkan antara PT Kimia Farma dan PT Indofarma, itu tentu menimbulkan pertanyaan, lantas bagaimana dengan PT Biofarma?" pungkasnya. (dbs)

Top Ad 728x90