,

BPK: Tiga BUMN Farmasi Terindikasi Boros?

Banyak kalangan seringkali berseloroh tentang BUMN Farmasi yang lebih bersemangat mengadakan 'pembelian' daripada melakukan 'penjualan'. Tampaknya gurauan itu terbukti dari temuan audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Biofarma, PT Kimia Farma Tbk, dan PT Indofarma Tbk, memperlihatkan betapa rapuhnya tiga persero itu.

"Pemeriksaan BPK dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dari tahun buku 2008 hingga 2010 terhadap tiga farmasi plat merah ini bertolak belakang dengan iklan-iklan yang mereka lakukan seakan-akan menunjukkan bahwa kondisi kefarmasian Indonesia sangat sehat. 

Sementara BPK menemukan dugaan pemborosan anggaran," kata Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/6/2012).

Oleh karena begitu hebatnya pencitraan yang mereka bangun, lanjut Iskandar Sitorus, mendorong Kementerian BUMN bersemangat merancang holding BUMN Farmasi. Padahal justru yang terjadi sebaliknya.


Di PT Biofarma, misalnya, ada beberapa proses yang salah dalam pengadaan barang dan jasa. "Pengadaan barang dan jasa tahun 2008 dan 2009 (Semester I) senilai Rp 9.218.590,000 dilaksanakan Direksi Bioframa tidak melalui proses pemilihan langsung/proses pelelangan," ungkap Iskandar.


"Pengadaan itu merupakan pembelian berulang (repeat order) namun pembelian sebelumnya juga dilaksanakan melalui penunjukan langsung, tetap saja bukan pemilihan langsung sebagaimana yang dipersyaratkan perundang-undangan," imbuhnya.

Kerugian negara pada Biofarma, menurut Iskandar dalam suratnya, setidaknya terjadi pada pengadaan barang dan jasa pada semester I tahun 2008 dan 2009 senilai Rp9,2 miliar dimana pengadaannya dilakukan tidak melalui pelelangan. Pengadaan tersebut juga merupakan pembelian berulang (repeat order).


Selain itu, Komisaris dan Direksi Biofarma tidak dapat mempertanggung-jawabkan pengurusan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang menjadi asset Biofarma. Padahal mereka melakukannya melalui kantor notaris dengan biaya sebesar Rp1,7 miliar. Belum lagi, untuk melakukan jamuan tamu dalam rangka kegiatan monitoring penjualan vaksin imunisasi kepada Departemen Kesehatan tahun 2008 dan 2009 Direksi Biofarma menghambur-hamburkan uang Rp277,5 juta.


Direksi Biofarma diduga kuat terkait dengan proyek-proyek pengadaan dalam kaitan penelitian untuk penanggulangan flu burung, seperti pengadaan sample telur untuk riset yang dipasok dari Hongkong melalui jejaring perusahaan terdakwa M Nazaruddin yang diduga terjadi karena KKN dan sarat dengan perbuatan melawan hukum.

Di Kimia Farma, kata Iskandar, laporan Rp81,9 miliar akun piutang dan arus kas masuk PT Kimia Farma yang tidak valid. Pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerjasama pemasaran PT Kimia Farma dengan PT Pharmasolindo tidak sesuai dengan ketentuan sehingga terindikasi kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar.

“Terdapat pembayaran biaya representasi PT Kimia Farma sebesar Rp4,8 miliar sehingga PT Kimia Farma rugi minimal sebesar Rp1,1 milar atas pembayaran biaya representasi kepada Direksi dan Manajer. Selain itu juga terjadi pengeluaran PT Kimia Farma Trading & Distribution (PT KFTD) sebesar Rp3,6 miliar untuk pembayaran biaya representasi Direksi dan Manajer yang sulit diyakini keabsahannya,” ungkap Iskandar.

Demikian juga soal pembayaran biaya representasi PT Kimia Farma dan PT Kimia Farma Trading dan Distribusi (KFTD) sebesar Rp 4,838 miliar tidak sesuai ketentuan, sehingga PT Kimia Farma rugi minimal sebesar Rp1,16 miliar atas pembayaran biaya representasi kepada Direksi dan Manajer, ujar Iskandar Sitorus.

"Terjadi pengeluaran PT KFTD minimal sebesar Rp3,678 miliar untuk pembayaran biaya representasi Direksi dan Manajer tidak dapat diyakini keabsahannya. Hal itu terjadi disebabkan Direksi PT Kimia Farma dan PT KFTD membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkapnya.


Selain itu ada perjanjian pengolahan bahan baku kina menjadi garam kina dengan ASN Pada 2010 berpotensi merugikan PT Kimia Farma minimal sebesar Rp484,690 juta. Permasalahan tersebut disebabkan Direksi PT KF dalam menetapkan harga jual jasa maupun produk kina, khususnya kulit kina succirubra tidak mempertimbangkan tingkat keuntungan.


"Bahkan, BPK menemukan pengadaan satu unit mesin filling sachet Horizontal STE-14D merugikan PT Kimia Farma dan pencatatan hutang kepada PT Asco Kemasindo tidak sesuai ketentuan, sehingga PT Kimia Farma mengalami kerugian minimal Rp110,96 juta serta akun aset lain-lain dan hutang dagang PT Kimia Farma per 31 Desember 2009 lebih saji (overstated) sebesar Rp 443,84 juta," tuturnya.


Dia berharap, Kementerian BUMN mengkaji ulang model holding yang sedang dibahas kantor Kementerian BUMN dengan model merger murni, yang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan agar model Holding PTPN yang banyak mengandung kesalahan dan protes stake holder BUMN karena sebelumnya tidak diaudit total oleh BPK RI tidak akan terulang lagi.

 

"Apalagi Kementerian BUMN hanya akan mengholdingkan antara PT Kimia Farma dan PT Indofarma, itu tentu menimbulkan pertanyaan, lantas bagaimana dengan PT Biofarma?" pungkasnya. (dbs)

Top Ad 728x90