,

Pasar-Pasar Besar Dunia Hari Ini dan Nanti (1)

Harian Ekonomi Austria 'WirtschaftsBlatt' mengungkap kajian Pricewaterhouse-Coopers (PwC) pada Januari 2011, yang memprediksikan bahwa dalam 20 tahun mendatang kombinasi GDP dari tujuh negara E7 (the Emerging Economic Countries), menjadi yang terbesar dan akan menggeser grup negara-negara industri maju, Group of Seven (G7).

Pada 2020, E7 akan mengambil porsi terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dan mengalahkan negara-negara maju yang tergabung dalam G7 yang terdiri dari Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, AS, dan Kanada.


Memperkuat survei PWC itu, Oxford Economics pada Juni 2011, dalam survei yang dirilisnya pun menyebutkan E7 akan mengalahkan kelompok negara-negara emerging markets lainnya, seperti Vietnam, Kolombia, Afrika Selatan, dan Korea Selatan. Dengan total jumlah populasi yang saat ini hampir mencapai 2,6 miliar (lebih besar dibanding G7), Oxford Economics memperkirakan populasi E7 yang tumbuh dua kali lipat dari G7, gap antara dua kelompok ini akan mencapai lebih dari 2,8 miliar pada 2020.

Survei dilakukan terhadap 363 eksekutif bisnis yang mewakili lebih dari US$ 256 miliar pendapatan global. Responden berasal dari Amerika Serikat sebesar 19%, Inggris 20%, India 15%, Jepang 18%, serta China, Brazil, Meksiko, dan Australia masing-masing sebesar 8%.

Para eksekutif bisnis yang menjadi responden itu berasal dari berbagai sektor industri, seperti jasa keuangan, manufaktur, serta teknologi informasi dan komunikasi.

Oxford Economics merupakan salah satu perusahaan konsultasi riset terkemuka di dunia. Didirikan pada 1981, Oxford Economics yang bermitra dengan Templeton College, Oxford University menjadi perusahaan konsultan dan riset perekonomian global, industri, dan analisis bisnis.

Menurut survei ini, China akan mengalahkan AS pada 2018, menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Tapi di sisi lain, pertumbuhan bisnis yang sangat cepat di negara-negara yang sedang berkembang, menciptakan kesempatan besar bagi perusahaan-perusahaan dari barat. Banyak perusahaan yang melakukan ekspansi ke pasar baru lewat investasi atau akuisisi.

Hasil survei juga menunjukkan, perusahaan-perusahaan lokal banyak berinvestasi pada teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan memenuhi kebutuhan konsumen lokal. Perusahaan swasta tidak membatasi belanja mereka. Begitu juga perusahaan-perusahaan negara mengeluarkan dana sangat besar untuk infrastruktur dan pengembangan program.

Manajer Pendanaan Swiss & Global Asset Management, Vincent Lagger meneliti peran Indonesia dalam kisah pertumbuhan berkelanjutan Asia. Ia mengatakan, bahwa sejak krisis keuangan, Asia telah diuntungkan oleh kebijakan moneter yang longgar, leverage yang rendah, investasi berlanjut dan belanja konsumen. Ini adalah latar belakang yang positif dan diterjemahkan ke dalam proses pemulihan cepat guna mempersempit kesenjangan pertumbuhan antara negara berkembang dan negara maju.

Pertumbuhan ekonomi Asia seperti Indonesia, ditandai dengan tren demografis dan sosial yang menguntungkan, sistem perbankan yang sehat, beragam basis ekonomi, keuangan yang sehat dan dukungan kebijakan ekonomi yang kuat.

Sementara China dan India umumnya berperan sebagai mesin pertumbuhan global di masa depan, Indonesia bisa mengklaim status yang sama berdasarkan kemampuannya sendiri. Penduduk Indonesia, yang tersebar di 17.000 pulau, lebih besar ketimbang gabungan Jepang, Perancis dan Inggris. Lokasi Indonesia yang sentral menciptakan jalur pasokan yang kuat mengarah ke China, India dan Jepang.

Sebagai pemasok kompetitif komoditas global untuk energi dan komoditi lunak, Indonesia dapat memanfaatkan industrialisasi India dan urbanisasi China. Negeri ini juga memiliki ekspor yang kuat dan merupakan pemasok terkemuka kelapa sawit, karet, kakao, beras, kopi dan teh ke seluruh dunia.

Sebagai contoh, Indonesia adalah eksportir global terbesar minyak sawit memproduksi lebih dari 45% dari produksi global di dunia.

Peningkatan Investasi Langsung Asing (FDI) ke pasar saham Jakarta menggambarkan tingkat kepercayaan pada prospek negara. Berbagai macam modal kecil dan menengah yang saat ini belum muncul untuk memberi peluang yang cukup bagi investor global.

Tren Urbanisasi
Tenaga kerja Indonesia tumbuh pada kisaran dua juta orang per tahun, dan negara kecenderungan menunjukkan tren urbanisasi yang sama seperti China dan India: pada tahun 2020 lebih dari 60% dari 262 juta warga (keempat terbesar di dunia ini) akan tinggal di kota. Bisnis di wilayah ini menempati peringkat ketiga di antara negara-negara Asia pada pertumbuhan laba sejak tahun 2002, tepat di belakang China dan India.

Berkat sistem perbankan yang sehat dan pengurangan utang negara terhadap rasio PDB dari 100% menjadi 26% sejak krisis Asia pada 1997, hutang Indonesia dinilai oleh Standard & Poor's dan Fitch selama tahun 2010 dan dari Moody's pada bulan Februari 2011.

Top Ad 728x90