2011: Investasi Sektor Industri Farmasi Ditargetkan US$ 800 juta

Memacu Peningkatan Kapasitas Produksi Obat Nasional
Tahun 2011 ini, investasi farmasi ditargetkan meningkat 50%-60% dibandingkan proyeksi tahun lalu, dari US$ 500 juta menjadi US$ 750 juta – US$ 800 juta, seiring rencana kebijakan pemerintah memberi peluang kepemilikan asing sebesar 100%. Dengan kebijakan baru itu, prinsipal farmasi multinasional akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi sehingga berimplikasi meningkatkan teknologi di sektor ini dan bisa menurunkan harga obat menjadi lebih murah.

Sri Indrawati, Dirjen Binfar dan Alkes Kemenkes RI, mengharapkan investasi yang siap masuk akan kapasitas produksi obat nasional akan bertambah terutama untuk obat etikal yang belum diproduksi di dalam negeri, seperti obat kanker, jantung, dan diabetes. Masyarakat akan lebih mudah memperoleh obat yang dibutuhkan.

Perkiraan investasi senilai US$ 750 - 800 juta itu merupakan asumsi dari pembangunan pabrik farmasi. Untuk pembangunan pabrik pengemasan, membutuhkan investasi sekitar US$ 250 juta. Pembangun pabrik dengan produksi penuh (hulu ke hilir/full production), nilai investasinya bisa mencapai US$ 500 juta. "Tergantung produksi dan jenis obatnya," katanya. Menurut Sri Indrawati, jenis obat menentukan besaran investasi yang akan dialokasikan untuk pembangunan pabrik.

Direktur Eksekutif IPMG, Parulian Simanjuntak menjelaskan jika obat resep untuk penyakit modern seperti kanker, jantung, dan diabetes bisa diproduksi di dalam negeri, masyarakat tidak perlu lagi membelinya ke luar negeri. Pada 2010, pasar farmasi domestik diproyeksikan mencapai Rp 32,9 triliun, naik 11% dibandingkan 2009 sebesar Rp 29,7 triliun. Pertumbuhan pasar farmasi lokal rata-rata 11% per tahunnya diatas pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada 2010, produsen farmasi asing mendapat omset Rp 6,9 triliun. Sedangkan pangsa pasar produsen farmasi lokal Rp 26 triliun atau 79%. Pangsa pasar industri farmasi asing menurun 16% sepanjang lima tahun terakhir. (dbs)

Top Ad 728x90