, ,

Pelemahan Rupiah Tak Pengaruhi Biaya Produksi Farmasi

Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 6,6% secara tahunan di Desember 2012 dinilai belum berdampak pada biaya produksi farmasi, menurut asosiasi industri. Hal itu karena pelemahan masih dalam batas yang ditoleransi.

"Secara umum pelemahan rupiah sebesar 6,6% tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi, khususnya bahan baku," ujar Syamsul Arifin, Dewan Penasehat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia kepada wartawan. Bahan baku menjadi unsur biaya produksi yang terkena dampak langsung fluktuasi kurs rupiah, karena 95% bahan baku farmasi Indonesia masih diimpor.

Menurut Syamsul kontribusi biaya bahan baku sekitar 30%-50% terhadap biaya produksi farmasi secara keseluruhan, dengan kondisi saat ini, harga bahan baku bisa naik 1%-3%.



Biaya produksi farmasi akan naik apabila pelemahan kurs melebihi 10%. "Kalau kurs naik, yang paling terdampak adalah industri obat generik, karena porsi biaya bahan baku obat generik terhadap biaya produksi lebih tinggi dari jenis obat lainnya," kata Syamsul.

Tahun ini, impor bahan baku farmasi diperkirakan mencapai Rp 11,9 triliun-Rp 12,3 triliun, meningkat 11%-15% dibanding tahun lalu, Rp 10,7 triliun. "Kenaikan konsumsi mengikuti pertumbuhan industri farmasi nasional tahun ini," kata Kendrariadi Suhanda, Ketua PMMC.

Target pertumbuhan tahun ini juga mengacu pada pertumbuhan tahun lalu sebesar 13%. Kendrariadi menilai pertumbuhan yang stabil antara tahun ini dan 2011 juga dikarenakan harga jual bahan baku farmasi yang diperkirakan relatif stabil sepanjang dua tahun terakhir.

Stabilnya harga juga disebabkan karena persaingan antar produsen bahan baku farmasi di luar negeri yang semakin ketat. Dengan persaingan yang ketat akan terbentuk harga pasar untuk bahan baku, yang menjadi patokan harga jual bahan baku.

Kalbe Farma mencatat kenaikan bahan baku sebesar 25% hingga kuartal III 2012 menjadi Rp 1,75 triliun, dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 1,40 triliun. Kenaikan tersebut ikut mempengaruhi pelemahan margin kotor Kalbe Farma sebesar 310 basis poin.

Vidjogtius, Direktur Kalbe Farma, menuturkan meski biaya bahan baku naik, khususnya di tengah melemahnya nilai tukar rupiah akibat pengaruh krisis keuangan di zona Euro, harga bahan baku secara keseluruhan dinilai masih cukup stabil sehingga tidak menimbulkan dampak yang berarti terhadap biaya bahan baku. "Selain itu, Kalbe secara konsisten terus menjalankan upaya pengendalian biaya produksi," ujar dia.

Kalbe Farma secara grup membeli alat-alat kesehatan dan bahan baku dalam mata uang asing, antara lain dolar AS, euro atau harga yang secara signifikan dipengaruhi oleh tolak ukur perubahan harganya dalam mata uang asing (terutama dolar AS) seperti yang dikutip dari pasar internasional.

Perusahaan lain yang mencatat kenaikan biaya bahan baku yakni Tempo Scan Pacific. Biaya bahan baku perseroan hingga kuartal III 2012 naik 16% menjadi Rp 889 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu.

Perseroan juga mencatatkan penurunan margin kotor hingga kuartal III 2012. Menurut laporan keuangan perusahaan, margin kotor Tempo Scan hingga kuartal III 2012 mencapai 38,68% lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu 39,77%.

Penurunan margin kotor Tempo Scan juga dipengaruhi pertumbuhan beban pokok penjualan yang lebih tinggi dibanding kenaikan penjualan. Penjualan Tempo Scan naik 14,4%, sementara beban pokok penjualan meningkat 16,4% di periode yang sama. (dbs)

Top Ad 728x90