,

2013: Industri Farmasi Masih Minim Riset (2)

BASIS MANUFAKTUR DAN PEMASARAN
Pos beban pokok penjualan dan pemasaran yang menempati pos pengeluaran terbesar sembilan perusahaan farmasi menunjukkan Indonesia hanya merupakan basis produksi dan pemasaran produksi.

Pada umumnya, perusahaan farmasi Indonesia memproduksi obat dengan formula ataupun merek yang telah dipatenkan pihak lain, baik yang telah habis masa berlakunya maupun yang masih berlaku. Hal ini tampak dari tidak adanya alokasi khusus riset sementara pengeluaran untuk royalti dan lisensi tertera dalam laporan keuangan.

Pada kenyataannya perusahaan farmasi Indonesia cenderung mengandalkan paten pihak luar karena perusahaan dapat langsung melakukan pemasaran produk tanpa perlu menanggung beban riset yang memerlukan investasi yang besar dan waktu pengujian yang lama dengan tingkat keberhasilan yang belum pasti baik di area pengujian maupun di pasar.

Selain itu, dengan mengandalkan paten pihak ketiga, perusahaan dapat memilih jenis produk yang telah terbukti memiliki penerimaan yang tinggi di pasar. Dengan melakukan riset sendiri, perusahaan juga menanggung risiko gagalnya produk hasil riset secara komersil atau kurang mendapat penerimaan di pasar.

Dilain pihak perusahaan farmasi asing di Indonesia merupakan anak usaha perusahaan farmasi global yang telah memiliki portofolio paten sendiri, yang merupakan inovator. Perusahaan farmasi asing yang masuk ke Indonesia memanfaatkan upah tenaga kerja yang relatif murah dibandingkan di negara asalnya seperti negara-negara di kawasan Eropa, Amerika, dan Jepang. Selain itu mereka menganggap Indonesia merupakan pasar besar yang prospektif, yang pangsa pasarnya layak diperebutkan.

Obat Paten berasal dari negara-negara maju yang merupakan basis dari perusahaan farmasi asing karena budaya riset yang kuat dan ditopang oleh kemampuan sumber daya manusia didukung oleh sistem pendidikan tinggi yang berkualitas, telah terbentuknya infrastuktur pendukung seperti peraturan dan penegakan perundang-undangan, insentif pemerintah, kolaborasi antara industri farmasi dan akademis yang telah dipersiapkan dalam rentang waktu relatif panjang, serta adanya pendukung industri farmasi yang telah terbangun dari hulu ke hilir.

Pada 2013, impor bahan baku industri farmasi yang diperkirakan mencapai US$ 1,38 miliar menunjukkan industri farmasi nasional Indonesia belum terintegrasi dari hulu ke hilir. Riset farmasi lebih cenderung dilakukan di negara maju dimana bahan baku untuk pendukung aktivitas riset juga telah tersedia, sementara negara berkembang seperti Indonesia hanya berperan sebagai basis produksi dan basis pemasaran.

Ini merupakan hambatan besar bagi Indonesia untuk bisa mengembangkan industri farmasi yang mandiri karena Indonesia masih bergantung kepada keberadaaan obat paten atau off paten. 

Hal ini juga tidak memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan karena sebagian keuntungan dari obat yang diproduksi akan dinikmati pemilik paten yang mayoritas berasal dari luar negeri. (erw)

|  previous  |

Top Ad 728x90