,

Industri Farmasi Indonesia Masih Minim Riset

Di Indonesia riset bidang farmasi masih tergolong lemah sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa perusahaan farmasi. Riset tidak menempati porsi yang signifikan dalam ikhtisar beban sembilan emiten farmasi pada periode Januari-September 2012 lalu.

MELIHAT FAKTA HARI INI

Di Indonesia riset bidang farmasi masih tergolong lemah sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa perusahaan farmasi. Riset tidak menempati porsi yang signifikan dalam ikhtisar beban sembilan emiten farmasi pada periode Januari-September 2012 lalu.

Industri Farmasi Indonesia Masih Minim RisetBerdasarkan laporan keuangan, pos beban terbesar sesudah beban pokok penjualan adalah beban pemasaran dan penjualan. Rata-rata pengeluaran perusahaan farmasi untuk aktivitas pemasaran dan penjualan mencapai 25,3% atas penjualan pada triwulan I-III 2012.

Analisa terhadap perusahaan farmasi, termasuk 5 perusahan farmasi lokal, yakni Kalbe Farma, Tempo Scan Pacific, Kimia Farma, Indofarma, dan Pyridam Farma, serta 4 perusahaan farmasi asing, yakni Darya Varia, Merck Indonesia, Schering Plough Indonesia, dan Taisho Pharmaceutical Indonesia. 


Beban penjualan dan pemasaran Darya Varia bahkan tercatat melebihi dari biaya pokok produksinya. Secara umum, perusahaan yang ada tidak secara spesifik mencantumkan anggaran riset mereka, hal ini dapat dikarenakan anggaran riset relatif tidak signifikan atau tidak ada sama sekali.

Seandainya perusahaan menganggaran riset, beban itu kemungkinan dicatat sebagai bagian dari beban umum dan administrasi. Sementara itu, pengeluaran beban umum dan administrasi merupakan beban terkecil kedua setelah beban pajak dan keuangan di antara empat beban utama perusahaan farmasi. Pengeluaran untuk beban umum dan administrasi hanya mencapai 7% atas total beban kesembilan emiten farmasi yang dianalisis itu.

Pada umumnya tren ini juga terjadi di tingkat dunia, yakni anggaran pemasaran melebihi anggaran riset. Berdasarkan hasil studi dua peneliti New York University pada 2004, belanja perusahaan farmasi di Amerika Serikat setara dengan 24,4% atas pendapatan untuk keperluan pemasaran, melampaui anggaran riset 13,4% atas pendapatan.

Namun, anggaran riset yang ditunjukkan Kalbe Farma, yang sering dijadikan tolok ukur industri, dapat menunjukkan tingkat aktivitas riset industri farmasi di Indonesia tergolong rendah bila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang merupakan acuan pasar farmasi global.

Kalbe Farma satu-satunya perusahan yang memiliki pos khusus bagi anggaran riset dalam laporan keuangannya, tercatat membelanjakan Rp 65 miliar untuk riset pada 2012. Jumlah ini setara dengan 0,67% terhadap pendapatan total perusahaan.

Level ini lebih rendah dibandingkan anggaran riset 20 perusahaan farmasi terbesar dunia yang berada dalam rentang 9,4% sampai dengan 17,5% terhadap pendapatan perusahaan dalam kurun 1987 sampai dengan 2011 berdasarkan data yang dikompilasi Bloomberg.

Direktur Kalbe Farma, Vidjongtius mengatakan perseroan menganggarkan dana R & D farmasi, khususnya produk obat, sekitar Rp 100 miliar per tahun. Dana penelitian dianggarkan untuk lebih meningkatkan inovasi produk menghadapi persaingan farmasi dunia.

Ia menngatakan, anggaran dana penelitian ini tidak termasuk dalam dana belanja modal perseroan setiap tahun. Selain penelitian dalam hal inovasi produk, dana penelitian juga digunakan untuk meneliti dan mengembangkan teknologi produksi menuju ke standar produksi obat di Asia. "Setiap tahun kami menganggarkan Rp 100 miliar untuk penelitian," ujar Vidjongtius.

Menurutnya, hasil dari anggaran penelitian setiap tahun belum tentu secara langsung memberikan pengaruh pada penjualan perseroan. Hasil penelitian akan terlihat dalam jangka 5-7 tahun ke depan.

Saat ini Kalbe sedang meneliti inovasi produk obat kanker, yang merupakan pengembangan dari produk obat kanker sebelumnya yang telah direalisasikan lewat pembangunan pabrik obat kanker mulai tahun 2011. Kalbe menargetkan pabrik obat kanker tersebut selesai pembangunannya dan dapat mulai berproduksi pada 2013. Sedangkan produksi secara komersial rencananya dilakukan pada 2014.

Vidjongtius menambahkan dengan dana penelitian itu, perseroan telah memiliki beberapa obat paten, di antaranya Therazim dan Totilac. Therazim merupakan obat paten kanker untuk area kepala, yang penelitiannya telah dilakukan sejak 2004. Therazim telah digunakan di tiga negara yaitu Indonesia, Thailand, dan Filipina. Sedangkan Totilac merupakan obat paten untuk menyembuhkan trauma otak.

Top Ad 728x90