Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) memperkirakan pasar
farmasi nasional hingga akhir tahun ini meningkat 15% atau menjadi Rp
43,7 triliun. Menurut Dewan Penasehat GPFI, Syamsul Arifin dikarenakan bertambahnya permintaan
obat resep, obat bebas serta obat generik.
Syamsul Arifin mengatakan, “Tahun ini, permintaan
pasar farmasi naik 15% sebesar Rp 43,7 triliun dibandingkan tahun lalu.
Kontribusi obat resep menyumbang 55%, dan obat bebas (over the counter)
menyumbang sekitar 45% serta obat generik berkontribusi hingga 10%.”
-----------------------------------------------
Simak juga:
1) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
2) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015
3) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
4) Industri Farmasi Sulit Terapkan Aturan Jaminan Produk Halal
-----------------------------------------------
Sementara itu, pertumbuhan
pasar farmasi nasional pada semester I 2012 mencapai 15% sehingga
melampaui target awal tahun yang hanya sebesar 12%. “Pada semester I
tahun ini, pasar farmasi nasional mencapai Rp21,5 triliun, naik 15%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan penjualan telah
melampaui proyeksi di awal tahun yang hanya sekitar 12%,” ujarnya.
Pertumbuhan
yang tinggi, lanjut Syamsul, dipengaruhi percepatan penyerapan anggaran
kesehatan pemerintah di semester I 2012. “Percepatan realisasi anggaran
kesehatan pemerintah sangat membantu penjualan produk farmasi,”
paparnya.
Namun demikian, GPFI menyatakan Indonesia masih
sangat ketergantungan pada bahan baku impor karena sebagian besar bahan
baku masih impor dari India, China dan Eropa. “Indonesia masih mengimpor
lebih dari 95 persen bahan baku dari India, Cina, dan Eropa,” ujar
Wakil Sekretaris Jenderal GP Farmasi Kendrariadi Suhanda.
Kesulitan
bahan baku ini, kata dia, karena belum adanya dukungan dari pemerintah.
Salah satu negara yang industri farmasinya maju adalah Cina. Cina
menjadi kuat karena mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat.
Salah satu bentuk dukungan itu adalah pemberian subsidi dalam bentuk
pajak. “Jika sudah kompetitif, pelan-pelan subsidi itu dicabut oleh
pemerintah,” ucapnya.
Kendrariadi menyatakan pada 2010 total nilai
industri farmasi di Indonesia mencapai US$ 3,7 miliar. Tahun ini angka
itu diperkirakan meningkat menjadi US$ 4,7 miliar. Rata-rata industri
farmasi tumbuh 13,4% per tahun. Kalangan pengusaha memperkirakan pada
tahun 2014 angka tersebut naik menjadi US$ 6,1 miliar. “Dari total nilai
itu 25% untuk keperluan bahan baku,” ucapnya.
Untuk menemukan dan
membentuk molekul butuh biaya besar. Biaya yang dikeluarkan untuk
pembuatan satu molekul bahan baku diperkirakan mencapai US$ 1 miliar.
Di
lain sisi, Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan
Disentralisasi Kemenkes Ratna Rosita mengatakan, pemerintah
akan mengambil langkah untuk mengembangkan produksi bahan baku dengan
mempertimbangkan potensi sumber data dalam negeri yang tersedia. “Ini
dilakukan untuk meningkatkan kemandirian di bidang bahan baku farmasi,
mengingat Indonesia merupakan mega center bahan bio diversity,” papar
Ratna.
Kebijakan ini, lanjut Ratna, harus didukung pula dengan kemauan industri farmasi domestik, para pelayan kesehatan, dan konsumen
untuk memprioritaskan penggunaan bahan baku produksi dalam negeri serta
penerimaan obat jadi yang berasal dari bahan alam oleh fasilitas
pelayanan kesehatan formal. “Dengan demikian, kemandirian di bidang
bahan baku farmasi secara pasti akan terwujud,” ujar Ratna.
Keperluan Riset
Sementara
itu, Ketua Bendahara GPFI Pengda DKI Jakarta, Teddy S Iman,
menuturkan keinginan kuat pemerintah diperlukan karena tingginya biaya
ini. “Salah satunya untuk keperluan riset,” kata Teddy.
Menurutnya, jika tetap dipaksakan dibuat di dalam negeri dengan biaya seperti
itu harga keluaran produk farmasi itu tidak memiliki daya saing dengan
produk impor seperti Cina dan India. Di kedua negara itu material dasar
untuk pembuatan bahan baku industri farmasi sudah tersedia. “Mereka
sudah punya bahan dasar kimia,” ucapnya.
Berdasarkan data Lembaga
riset Frost & Sullivan, diproyeksikan pasar farmasi Indonesia tumbuh
tertinggi keempat di kawasan Asia Pasifik periode 2011-2015.
Pertumbuhan pasar farmasi nasional diperkirakan mencapai 10,3%
compounded annual growth rate (CAGR) 2011-2015, dengan nilai pasar
mencapai US$7,1 miliar pada 2015.
Pertumbuhan pasar farmasi
Indonesia melampaui pasar farmasi Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan
Australia yang masing-masing tumbuh rata-rata per tahun sebesar 7%, 2%,
7%, dan 2%. Namun pertumbuhan pasar farmasi Indonesia masih di bawah
pasar farmasi China yang tumbuh 21% CAGR 2011-2015, India 19%, dan
Malaysia 11%. (erw)
Business, News Update
Pasar Farmasi Mencapai Rp 43,7 Triliun di Akhir 2012
Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) memperkirakan pasar farmasi nasional hingga akhir tahun ini meningkat 15% atau menjadi Rp 43,7 triliun. Menurut Dewan Penasehat GPFI, Syamsul Arifin dikarenakan bertambahnya permintaan obat resep, obat bebas serta obat generik.