,

Industri Farmasi Sulit Terapkan Aturan Jaminan Produk Halal

Asosiasi Perusahaan Farmasi meminta Pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Selain memberatkan dunia usaha dan sulit diterapkan, UU tersebut berpotensi mengganggu iklim investasi di Tanah Air. Padahal, pemerintah sedang berupaya menggenjot investasi dari Rp 463 triliun pada 2014 menjadi Rp 933 triliun pada 2019.

Industri Farmasi Sulit Terapkan Aturan Jaminan Produk Halal
Asosiasi Perusahaan Farmasi meminta  Pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Selain memberatkan dunia usaha dan sulit diterapkan, UU tersebut berpotensi mengganggu iklim investasi di Tanah Air. Padahal, pemerintah sedang berupaya menggenjot investasi dari Rp 463 triliun pada 2014 menjadi Rp 933 triliun pada 2019.

Salah satu poin yang perlu direvisi adalah kewajiban sertifikasi halal pada produk farmasi. Selama ini, obat dan vaksin menggunakan bahan baku kimia dari berbagai negara. Kondisi ini akan menyulitkan lembaga penerbit sertifikat halal melakukan verifikasi.


Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) Parulian Simanjuntak kepada wartawan di Jakarta, Senin (2/2), menyatakan pihaknya mendukung semangat UU Halal yang ingin melindungi konsumen. Namun, aturan ini sulit diterapkan.

“Jika pemerintah berkeras menerapkannya, pebisnis farmasi tak berani lagi memproduksi obat karena takut terkena sanksi. Imbasnya, pasokan obat ke masyarakat terganggu,” katanya.

Menanggapi hal itu, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Euis Saedah dan Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan Widodo menyatakan pemerintah hingga kini belum berniat mengamendemen UU Jaminan Produk Halal.


-----------------------------------------------
Simak juga:
1) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
2) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015 
3) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
4) Opini: Obat Wajib Halal? 
-----------------------------------------------

Alasannya, UU tersebut bertujuan menjaga kualitas produk yang beredar, sekaligus menjaga kesehatan masyarakat. UU tersebut juga dapat “menjegal” serbuan produk tidak halal dari berbagai negara, terutama saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan pada akhir 2015.

Sebagai kompensasi, menurut Euis Saedah dan Widodo, pemerintah akan memberikan bantuan kepada pengusaha kecil mendapatkan sertifikat halal. Salah satu bentuknya adalah kemudahan proses mendapatkan sertifikat. Hal itu sudah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.


Yang dimaksud produk halal dalam UU tersebut adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai syariat Islam, meliputi barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan masyarakat.


Berdasarkan UU Halal, bahan yang digunakan dalam proses produk halal terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong, yang berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, atau bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik.

Bahan dari hewan yang diharamkan, meliputi bangkai, darah, babi, atau hewan yang disembelih tidak sesuai syariat. Selain itu, bahan dari tumbuhan yang memabukkan atau membahayakan kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Pharma Community Indonesia

Sumber: Investor Daily

Top Ad 728x90