Pada 2014, kinerja dan pertumbuhan industri farmasi Indonesia melambat 8 persen dengan nilai transaksi sekitar Rp 56 triliun. International Pharmaceutical Manufactures Grup (IPMG) menilai, kondisi tersebut disebabkan rendahnya belanja obat dan kesehatan masyarakat.
Implementasi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang belum optimal juga menjadi faktor penghambat pertumbuhan oleh karena program pemerintah tersebut masih dalam masa adaptasi dan sosialiasi.
Menurut Ketua Umum International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG), Luthfi Mardiansyah, realisasi pertumbuhan industri farmasi pada 2014 hanya 8,6 persen. "Konsumsi obat rendah, setiap orang hanya membeli obat Rp 200 ribu per tahun dan mengeluarkan biaya perawatan kesehatan Rp 1 juta per tahun,” katanya di Jakarta, Selasa 20 Januari 2015.
Sumber: GP Farmasi, Business Monitor International, Pharmaceutical Healthcare Report |
-----------------------------------------------
Simak juga:
1) Menghitung Kerugian Kalbe Farma Pasca Penarikan Bunavest Spinal
2) Yang Perlu Diketahui dari Anestesi
3) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
4) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015
5) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
6) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia
-----------------------------------------------
Lutfi mengatakan, pengeluaran perawatan kesehatan Indonesia, hanya sekitar 3,15 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Nilai itu lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran di dunia sebesar 6,3 persen. Angka tersebut menunjukkan, akses masyarakat terhadap produk farmasi dan jasa perawatan kesehatan di Indonesia masih rendah.
Volume pasar Indonesia yang besar diharapkan dari pemberlakuan JKN yang menyediakan layanan kesehatan berskala nasional kepada seluruh warga, dengan adanya potensi belanja pemerintah pada sektor kesehatan peningkatan kesehatan penduduk Indonesia diharapkan akan semakin besar.
"Populasi 250 juta jiwa dengan nilai transaksi pasar farmasi sekitar Rp 56 triliun, angka itu masih kecil untuk pasar di Indonesia. Pada 2015, diharapkan pertumbuhan industri farmasi Indonesia menjadi lebih baik pada angka 12 persen-13 persen," kata Luthfi.
Menurut Luthfi, banyak pasien masih harus antre di rumah sakit untuk mendapat layanan kesehatan karena jumlah dokter terbatas. Banyak juga yang mengeluh belum memperolah layanan yang diharapkan. Karena itu, sosialisasi kepada semua peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) harus secara intensif dilakukan dengan baik. Penyediaan infrastruktur kesehatan, dokter dan obat di daerah terpencil masih menjadi pekerjaan besar yang harus diselesaikan.
Lutfi mengatakan, "BPJS harus bekerjasama dengan perusahaan swasta yang memasok obat. Sistem percepatannya harus diperbaiki. Seluruh warga negara mempunyai hak menikmati layanan BPJS sepanjang mereka membayar iuran."
Data Kementerian kesehatan pada 2014 menyebutkan, terdapat 206 perusahaan farmasi yang beroperasi di Indonesia. Terdiri dari empat perusahaan BUMN, 26 perusahaan multinasional dan 176 perusahaan lokal. Pertumbuhan rata rata penjualan obat dan resep dokter setiap tahunnya diperkirakan sebesar 11,8 persen.
IPMG yang terdiri dari 24 perusahaan farmasi internasional yang berbasis riset di Indonesia ini mendukung program JKN untuk penyediaan obat berkualitas dan peningkatan layanan kesehatan di Indonesia. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan sangat penting untuk membuat program ini lebih baik.
Media Pharma Indonesia