Alhamdulillah, kini kita dapat menikmati Saluran langsung suasana ibadah di dalam Masjidil Haram, Ka'bah di Mekah, 24 jam setiap hari. klik disini untuk visit.
Di sisi lain, pelaku industri ini juga mengeluhkan tingginya biaya produksi obat lantaran 90 persen bahan baku masih berasal dari impor. Mereka berharap bahan baku mentah untuk obat dapat tersedia di dalam negeri.
.
Implementasi Undang-Undang Jaminan Produk Halal untuk produk obat-obatan yang disahkan DPR pada 2014 dikhawatirkan berdampak bagi layanan kesehatan. Pasien akan lebih lambat ditangani karena molornya ketersediaan pasokan obat dari produsen.
“Implementasi sertifikasi halal untuk obat memerlukan proses panjang. Bukan hanya tidak boleh mengandung babi, tetapi semua proses produksi dan penyediaan bahannya juga harus halal,” kata Luthfi.
-----------------------------------------------
Simak juga:
1) Menghitung Kerugian Kalbe Farma Pasca Penarikan Bunavest Spinal
2) Yang Perlu Diketahui dari Anestesi
3) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
4) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015
5) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
6) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia
-----------------------------------------------
Untuk proses produksi, proses penyimpanan dan distribusi obat sampai ke konsumen juga harus memperhatikan aturan sertifikasi halal itu. Masalahnya, untuk proses distribusi, sulit memisahkan obat yang halal dengan tidak halal.
Persoalan lain, menurut Luthfi, terkait pemberian vaksin pada anak. Karena vaksin harus diberi label halal, masyarakat bakal cenderung menolak vaksinasi bagi anaknya.
“Selama ini kebijakan halal untuk produk obat sudah ditangani Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sehingga perlu ada kebijakan pemerintah untuk menyikapi pelaksanaan UU ini,” katanya.
Produk bahan mentah obat masih impor. Luthfi berharap pemerintah dapat menyediakan industri bahan baku obat di Indonesia. Kemampuan teknologi farmasi Indonesia diyakini masih bisa bersaing dengan negara ASEAN sebab sebagian produk obat telah dipasarkan ke luar negeri.
“Perlu ada kebijakan mendirikan industri bahan mentah obat di Indonesia. Untuk industri itu harus ada jaminan pasarnya. Kita harus punya stok bahan baku karena dalam waktu 3 bulan-4 bulan harganya berbeda. Karena impor, harga obat pasti lebih mahal,” ujar Luthfi.
Terkait obat palsu, BPOM selama 2014 telah menyita ribuan obat palsu dengan total nilai Rp 27 miliar. Obat palsu berdampak buruk bagi konsumen.
Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak mengatakan, pemberantasan obat palsu perlu disosialisasikan karena berdampak pada kerugian materi dan kesehatan pasien
“Sosialisasi obat palsu ini masih lemah dan akan terus dilakukan agar masyarakat mengenal mana obat asli dan palsu. Kami sarankan masyarakat membeli obat di apotik terdaftar,” imbau Parulian.
Media Pharma Indonesia