Penjualan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), emiten produsen farmasi, hingga akhir 2014 diperkirakan tidak mencapai target, hanya tumbuh 8%-9% menjadi Rp 17,4 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 16 triliun. Alasannya, perseroan sebelumnya menargetkan sepanjang 2014 dapat mencetak penjualan meningkat hingga 11%-13% menjadi Rp 18,08 triliun.
Vidjongtius, Direktur Keuangan sekaligus Sekretaris Perusahaan Kalbe Farma, mengatakan meski masih finalisasi, penjualan perseroan diperkirakan mencapai Rp 17 triliun sepanjang 2014. "Kami perkirakan Rp 17,0 triliun - Rp 17,4 triliun," tuturnya kepada redaksi.
Meski mencatatkan kenaikan penjualan, pencapaian tersebut dinilai masih di bawah target perseroan sebelumnya. Pada awal tahun lalu perseroan menargetkan penjualannya dapat tumbuh 14%-16%. Melihat pertumbuhan yang dicapai pada semester I hanya 12,9%, akhirnya emiten farmasi ini memangkas target hingga satu tahun penuh hanya tumbuh 11%-13%.
Kondisi tersebut disinyalir sebagai akibat rendahnya penjualan beberapa produk perseroan di tahun 2014, di samping produk obat resep, produk kesehatan, dan produk nutrisi tetap tumbuh.
Produk yang mengalami penurunan penjualan antara lain dari penjualan produk non-Kalbe Farma, yang lebih rendah dari ekspektasi. Saat ini selain memasarkan produk Kalbe sendiri, perseroan juga memiliki lini bisnis distribusi yang juga memasarkan produk non-Kalbe.
Meski kondisi tahun lalu diperkirakan tidak mencapai target, dia cukup optimistis menjalani bisnis di tahun ini. Perseroan menargetkan penjualan tahun ini dapat tumbuh 10%-15% secara tahunan.
Di samping itu, perseroan masih berharap pertumbuhan laba bersih tahun lalu minimal sama atau lebih baik dibanding pendapatan. Untuk itu, perseroan berupaya dengan menaikkan rata-rata harga jual produk 3% pada 2014 untuk mempertahankan margin laba usaha 16%-17%. Tahun ini margin juga tetap dipertahankan di kisaran tersebut.
Saat ini perseroan lebih mengkhawatirkan pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Alasannya, bahan baku obat lebih dari 80% masih dipenuhi dari impor. Kinerja emiten farmasi domestik akan rentan terhadap itu. Untuk itu, perseroan berencana menambah porsi penjualan ekspor tahun ini.
Lebih lanjut Vidjongtius mengungkapkan perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun untuk ekspansi tahun ini. Sebagai rinciannya, dia menyebutkan 80% atau Rp 800 miliar-Rp 1,2 triliun untuk meningkatkan kapasitas produk farmasi dan nutrisi sebesar 30%-50%.
Selain itu, perseroan juga menganggarkan 15% setara Rp 150 miliar-Rp 225 miliar untuk membuat 10-15 produk baru. Sisanya, untuk ekspansi bisnis di luar negeri agar ekspor perseroan dapat meningkat. Vidjongtius menambahkan perseroan akan fokus ekspansi di Asia Tenggara selain Afrika, yakni Nigeria dan Afrika Selatan.(dbs)
Vidjongtius, Direktur Keuangan sekaligus Sekretaris Perusahaan Kalbe Farma, mengatakan meski masih finalisasi, penjualan perseroan diperkirakan mencapai Rp 17 triliun sepanjang 2014. "Kami perkirakan Rp 17,0 triliun - Rp 17,4 triliun," tuturnya kepada redaksi.
Meski mencatatkan kenaikan penjualan, pencapaian tersebut dinilai masih di bawah target perseroan sebelumnya. Pada awal tahun lalu perseroan menargetkan penjualannya dapat tumbuh 14%-16%. Melihat pertumbuhan yang dicapai pada semester I hanya 12,9%, akhirnya emiten farmasi ini memangkas target hingga satu tahun penuh hanya tumbuh 11%-13%.
Kondisi tersebut disinyalir sebagai akibat rendahnya penjualan beberapa produk perseroan di tahun 2014, di samping produk obat resep, produk kesehatan, dan produk nutrisi tetap tumbuh.
Produk yang mengalami penurunan penjualan antara lain dari penjualan produk non-Kalbe Farma, yang lebih rendah dari ekspektasi. Saat ini selain memasarkan produk Kalbe sendiri, perseroan juga memiliki lini bisnis distribusi yang juga memasarkan produk non-Kalbe.
Meski kondisi tahun lalu diperkirakan tidak mencapai target, dia cukup optimistis menjalani bisnis di tahun ini. Perseroan menargetkan penjualan tahun ini dapat tumbuh 10%-15% secara tahunan.
Di samping itu, perseroan masih berharap pertumbuhan laba bersih tahun lalu minimal sama atau lebih baik dibanding pendapatan. Untuk itu, perseroan berupaya dengan menaikkan rata-rata harga jual produk 3% pada 2014 untuk mempertahankan margin laba usaha 16%-17%. Tahun ini margin juga tetap dipertahankan di kisaran tersebut.
Saat ini perseroan lebih mengkhawatirkan pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Alasannya, bahan baku obat lebih dari 80% masih dipenuhi dari impor. Kinerja emiten farmasi domestik akan rentan terhadap itu. Untuk itu, perseroan berencana menambah porsi penjualan ekspor tahun ini.
Lebih lanjut Vidjongtius mengungkapkan perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun untuk ekspansi tahun ini. Sebagai rinciannya, dia menyebutkan 80% atau Rp 800 miliar-Rp 1,2 triliun untuk meningkatkan kapasitas produk farmasi dan nutrisi sebesar 30%-50%.
Selain itu, perseroan juga menganggarkan 15% setara Rp 150 miliar-Rp 225 miliar untuk membuat 10-15 produk baru. Sisanya, untuk ekspansi bisnis di luar negeri agar ekspor perseroan dapat meningkat. Vidjongtius menambahkan perseroan akan fokus ekspansi di Asia Tenggara selain Afrika, yakni Nigeria dan Afrika Selatan.(dbs)