Hasil Investigasi Buvanest Spinal Harus Dibuka ke Publik

Hasil investigasi kasus penggunaan obat anestesi yang tidak sesuai dengan label di Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Tangerang, tidak boleh ditutup-tutupi dan harus dibuka kepada publik. Apabila PT Kalbe Farma sebagai produsen obat terbukti bersalah, pemerintah harus memberi sanksi tegas.

Hasil Investigasi Buvanest Harus Dibuka ke Publik
Hasil investigasi kasus penggunaan obat anestesi yang tidak sesuai dengan label di Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Tangerang, tidak boleh ditutup-tutupi dan harus dibuka kepada publik. Apabila PT Kalbe Farma sebagai produsen obat terbukti bersalah, pemerintah harus memberi sanksi tegas.

Demikian disampaikan anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, Selasa (17/2), di Jakarta. Ia diminta menanggapi kasus penggunaan obat anestesi yang isinya tertukar sehingga mengakibatkan dua orang meninggal.


Tulus mengatakan, tidak sesuainya label obat dengan kandungan di dalamnya yang mengakibatkan dua orang meninggal merupakan pelanggaran serius. Produsen obat harus bertanggung jawab secara pidana dan perdata. Ada banyak undang-undang (UU) yang dilanggar.

”Yang jelas, kasus ini melanggar UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Ancaman hukumannya pidana kurungan maksimal 5 tahun dan pidana denda maksimal Rp 2 miliar,” ujar Tulus.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus mengusut tuntas kasus ini. Tulus mengingatkan Kementerian Kesehatan dan BPOM agar tidak ”main mata” dengan PT Kalbe Farma.

Menurut dia, kasus ini tidak bisa hanya dilihat dari kesalahan pelabelan. Dengan demikian, kasus ini tidak hanya dilihat dari aspek perlindungan konsumen. Pihak berwenang yang melakukan investigasi harus melihat dari sisi jaminan keamanan pelayanan kesehatan, kefarmasian, dan penyelenggaraan rumah sakit. ”Dalam kefarmasian harus ada kehati-hatian untuk menjaga keselamatan pasien,” katanya.

Terkait kehati-hatian dalam proses produksi obat, kasus tidak sesuainya label dengan kandungan obat menjadi bukti bahwa cara pembuatan obat yang baik oleh produsen tidak berjalan dengan benar.

Sebagai produsen obat, lanjut Tulus, PT Kalbe Farma wajib memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada keluarga korban.
 

Investigasi
Sebagaimana diberitakan, BPOM menginvestigasi kasus penggunaan obat anestesi produksi PT Kalbe Farma, Buvanest Spinal, di RS Siloam Lippo Village, Tangerang, yang mengakibatkan dua pasien meninggal (Kompas, 17/2).

Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid memaparkan hal itu, Senin, di Jakarta.

Sejauh ini, investigasi terkait kasus penggunaan obat anestesi masih dilakukan BPOM. Selain rumah sakit, pemeriksaan juga dilakukan terhadap pabrik dan distributor obat. ”Sementara ini diduga obat anestesi yang dipakai tertukar isinya,” kata Bahdar.

Menurut dia, Buvanest Spinal 0,5 persen seharusnya berisi Bupivacaine 5 mg/ml. Obat itu adalah obat anestesi atau bius yang diberikan melalui injeksi di tulang belakang. Hasil pemeriksaan sementara BPOM terhadap sampel Buvanest yang diambil dari RS Siloam Lippo Village, ada sebagian sampel Buvanest yang berisi asam traneksamat (tranexamic acid) golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi pendarahan.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Akmal Taher menyampaikan, hasil pemeriksaan sementara menunjukkan, kasus yang terjadi di RS Siloam Lippo Village merupakan kesalahan pelabelan (etiket) obat. Obat berlabel Buvanest tidak berisi Bupivacaine. Akibatnya, pasien yang diinjeksi Buvanest mengalami gejala alergi berat sehingga harus dibawa ke unit perawatan intensif (ICU).

Sejauh ini, lanjut Akmal, kesalahan label Buvanest hanya terjadi di RS Siloam Lippo Village, Tangerang. ”Semoga dalam satu-dua hari ini hasil investigasi sudah ada,” ujarnya.
Dua pasien meninggal

Terkait korban meninggal akibat injeksi obat anestesi, Bahdar menyebutkan, pada 11 Februari 2015 ada dua pasien yang diinjeksi Buvanest. Mereka adalah satu pasien operasi sectio caesarea dan satu pasien sitoskopi (pemeriksaan kandung kemih melalui uretra).

Setelah diinjeksi, mereka mengeluh panas dan mengalami kejang. Pada 12 Februari, kedua pasien itu meninggal. Adapun bayi yang dikandung pasien operasi sectio caesarea selamat.

Manajemen RS Siloam Lippo Village dalam jawaban tertulis melalui surat elektronik menyatakan, pihak rumah sakit telah melakukan tindakan sesuai prosedur. Rumah sakit juga telah bertemu pihak Kementerian Kesehatan, BPOM, Badan Pengawas Rumah Sakit, dan dinas kesehatan setempat untuk mengklarifikasi dan menentukan langkah selanjutnya.
Ditarik dari peredaran

Bahdar menyatakan, Buvanest sudah ditarik dari peredaran. Pihaknya mengirim surat peringatan keselamatan kepada Perhimpunan Dokter Anestesi Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, dan Ikatan Dokter Indonesia. Surat peringatan itu berisi larangan penggunaan Buvanest untuk sementara waktu.

Kepala Humas Kalbe Farma Herda JT Pradsmadji mengatakan, penarikan obat jenis itu dilakukan sejak 12 Februari. Hal itu diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, karena keterbatasan mobilitas distributor dalam menjangkau lokasi-lokasi terpencil, penarikan belum mencapai 100 persen. Penarikan obat dari pasaran ditargetkan rampung pada Selasa ini.

Menurut Manajer Komunikasi Eksternal Kalbe Farma Hari Nugroho, penarikan obat anestesi Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml/5 (ABVSA) dengan nomor batch 630077 itu dilakukan atas inisiatif perusahaannya.

Penarikan obat itu merupakan tindakan preventif. Kontrol kualitas dilakukan pihak internal perusahaan dalam kurun waktu tak ditentukan. Pengawasan mutu obat bisa berupa pengujian sampel atau penarikan produk jika dianggap perlu. Namun, ia belum mau memublikasikan alasan dan hasil kontrol kualitas produk obat itu.

sumber: Kompas 

Top Ad 728x90