Membangun Industri Farmasi Nasional Perlu Konstruksi yang Kuat (2)

Legislatif dan Regulatory
Saya bisa mengatakan bahwa Indonesia tidak tegas dalam menata visi industri farmasi nasional. Karena sebenarnya kita tidak memiliki suatu kerangka acuan, tidak ada blueprint yang dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan.

Sebuah acuan dengan latarbelakang bahwa masyarakat ini tidak disusun oleh orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama. Demikian pula pengadaan obat, ada obat yang bisa diproduksi oleh pabrik kecil adapula obat yang bisa diproduksi oleh parbrik besar dengan skala yang lebih luas. Industri kecil ini tidak bisa memfasilitasi pabriknya seperti industri besar, yang teknologinya sangat tinggi.

Artinya terkait dengan kepentingan-kepentingan tersebut terdapat area-area yang bisa menjadi satu, ada juga area-area yang mutlak tidak bisa dijadikan satu. Sehingga harus dilakukan suatu penelusuran mendalam untuk memperoleh kesesuaian dalam merumuskan suatu ketetapan.

Dengan demikian peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah nantinya merupakan peraturan yang telah sesuai dengan kepentingan yang beragam, yakni kebutuhan dari setiap level dalam masyarakat dan kemampuan masing-masing industri lokal yang ada.
Ini yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah, untuk membela kepentingan rakyat kecil yang selama ini disuplai obatnya dari industri-industri lokal. Bisnis farmasi pada dasarnya hanya terletak pada bidang industri, distribusi, pelayanan apotek dan toko obat, yang merupakan suatu lingkaran yang tidak terputus. Maka dalam mengatur pengelolaan obat bagi masyarakat, pemerintah harus mengupayakan kelancarannya agar peredaran dalam lingkaran itu berjalan dengan seimbang dan berkelanjutan.

Melihat kenyataan yang kita alami bahwa dalam bidang usaha farmasi sudah ada peraturan untuk namun tidak didukung oleh adanya suatu standard pelaksanaanya yang jelas. Di bidang industri, distribusi, apotek dan toko obat Undang-undangnya sudah ada. Saya ambil contoh UU GMP/cGMP itu sudah ada, masalahnya sampai hari ini standar pelaksanaannya belum ditetapkan, akhirnya obat yang diprodusi pabrik tidak memiliki standar yang sama.

Dengan demikian saya sampaikan kepada Pemerintah untuk memberanikan diri menetapkan suatu blueprint bagi bidang usaha farmasi yang diikuti oleh pelaku usaha yang masuk kedalam bisnis farmasi. Untuk itu diperlukan keberadaan quality decision maker untuk menetapkan standar-standar dalam bidang farmasi jelas dan tegas.

Akibat dari kelemahan leadership pemerintah, menjadikan kenyataan bahwa terdapat sarana produksi yang kurang dapat diandalkan kualitasnya, karena sistemnya tidak jelas, akhirnya kita tidak bisa mengkualifikasi industri farmasi nasional dengan standar yang dibutuhkan duni internasional.

Ketegasan Regulasi Bidang Industri Farmasi
Standard produksi harus ditetapkan oleh pemerintah secara tegas dan bijaksana mengatur dan meng-akomodasi setiap kepentingan. Menyoroti big issue GMP/cGMP yang selama ini menjadi suatu dilema bagi sebagian kalangan industri farmasi kecil. 

Didalamnya ada yang harus kita cermati, saat ini kita memiliki dua kepentingan besar yakni kebutuhan rakyat terhadap obat yang tidak dapat ditunda dan pelaksanaan standarisasi GMP/cGMP, yang harus ditata agar kedua dapat berjalan lancar. Namun pertanyaannya, dari kedua kepentingan tersebut, mana yang lebih penting?
Pertama, kita melihat standarisasi GMP/cGMP yang banyak sekali persyaratannya. Langkah awal untuk memastikan prosesnya berjalan adalah dengan segera melakukan kualifikasi dalam industri farmasi dan penetapan standar GMP yang digunakan oleh industri farmasi Indonesia. Dalam langkah awal ini pemerintah harus tegas mengelola peraturan yang telah dibuat, termasuk penetapan standar GMP.

Jika dalam lima tahun atau sepuluh tahun kedepan standar ini belum ditetapkan oleh pemerintah, dampaknya adalah implementasi yang lemah, bahkan dinilai kurang memperhatikan bahwa produk obat ini dibuat berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia, karena produk obat kita tidak memenuhi standar.

Singkatnya untuk memenuhi kebutuhan standarisasi GMP sebaiknya pemerintah membuat keputusan yang jelas dan tegas mengenai pemberlakuan GMP/cGMP karena sudah menjadi kebutuhan global. 

Dalam kerangka, pertama untuk menjamin kesehatan masyarakat Indonesia, kedua untuk menjawab tuntutan persaingan dunia internasional. Dengan mendorong upaya mengkualifikasi unit-unit produksi di pabrik yang sudah memenuhi standar kualitas, baik skala lokal, nasional, regional, global.

Kedua, upaya mendorong kemampuan industri farmasi kita dalam memenuhi kebutuhan obat nasional, kita perlu menghitung kembali berapa jumlah pabrik yang sudah memenuhi standar GMP (standar Jepang, Amerika, Eropa). Kita bisa melihat apakah kapasitas pabrik ini mampu memenuhi kebutuhan obat esensial nasional.

Umpamanya, ada 10 industri yang telah memenuhi syarat, pemerintah bekerjasama dengan industri itu, memacunya untuk memenuhi kebutuhan obat nasional. Tentu untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong skala ekonomi, masing-masing industri tadi harus fokus pada produksi obat-obat esensial nasional. Dalam hal ini pemerintah harus menjamin kelangsungan kehidupan industri itu, karena ke sepuluh industri tersebut benar-benar telah mengabdikan diri pada pelayanan obat nasional.

Kita memahami bahwa sebagian besar industri kecil belum mampu menerapkannya. Yang saya ingin katakan adalah walaupun industri besar bisa menerapkannya, kalau standar GMP/cGMP itu tidak segera ditetapkan, tidak salah jika kita mengatakan bahwa kedua industri tadi hidup dalam ‘dunia kelabu’.

Untuk itu diperlukan suatu ketegasan pemerintah yang kuat melalui kepentingan yang kuat juga, yakni kepentingan masyarakat.

Pemerintah harus memiliki tim khusus yang memahami bidang industri farmasi. Di lain pihak GP Farmasi juga memiliki tim khusus pula yang menjamin sistem dan teknologi produksi yang baik. Kedua belah pihak secara reguler mengkaji bersama melalui tim-tim khusus menetapkan tentang skala produksi, biaya produksi, pajak produksi, jaminan suplai bahan baku, jaminan mutu produk dan sebagainya.

GP Farmasi harus berani tegas menyatakan tentang kualifikasi standar bagi industri, dan segera menetapkan bahwa dalam kurun waktu sekian tahun akan mencapai standar yang memenuhi syarat nasional, regional global. Sehingga visi industri farmasi nasional dapat terwujud dalam waktu yang telah ditetapkan, melalui pengembangan yang dilakukan dalam teknologi produksi yang menjamin nilai produksi dan competitiveness.

Selain itu GP Farmasi juga harus melakukan persuasi secara terus menerus kepada perusahaan kecil guna mendorongnya menjadi besar atau mati oleh persaingan atau oleh peraturan. Sesuai aturan yang dirancang tegas agar perusahaan kecil tersebut menuju suatu kelompok industri yang standard mutunya jelas, produknya juga memiliki harapan hidup bagi mereka. 

previous nextpage  |

Top Ad 728x90