Legislatif dan Regulatory
Saya bisa mengatakan bahwa Indonesia tidak tegas
dalam menata visi industri farmasi nasional. Karena sebenarnya kita tidak
memiliki suatu kerangka acuan, tidak ada blueprint yang dapat digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan.
Sebuah acuan dengan latarbelakang bahwa masyarakat
ini tidak disusun oleh orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama.
Demikian pula pengadaan obat, ada obat yang bisa diproduksi oleh pabrik kecil
adapula obat yang bisa diproduksi oleh parbrik besar dengan skala yang lebih
luas. Industri kecil ini tidak bisa memfasilitasi pabriknya seperti industri
besar, yang teknologinya sangat tinggi.
Artinya terkait dengan kepentingan-kepentingan
tersebut terdapat area-area yang bisa menjadi satu, ada juga area-area yang
mutlak tidak bisa dijadikan satu. Sehingga harus dilakukan suatu penelusuran
mendalam untuk memperoleh kesesuaian dalam merumuskan suatu ketetapan.
Dengan demikian peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah nantinya merupakan peraturan yang telah sesuai dengan kepentingan
yang beragam, yakni kebutuhan dari setiap level dalam masyarakat dan kemampuan
masing-masing industri lokal yang ada.
Ini yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah, untuk
membela kepentingan rakyat kecil yang selama ini disuplai obatnya dari
industri-industri lokal. Bisnis farmasi pada dasarnya hanya terletak pada
bidang industri, distribusi, pelayanan apotek dan toko obat, yang merupakan
suatu lingkaran yang tidak terputus. Maka dalam mengatur pengelolaan obat bagi
masyarakat, pemerintah harus mengupayakan kelancarannya agar peredaran dalam
lingkaran itu berjalan dengan seimbang dan berkelanjutan.
Melihat kenyataan yang kita alami bahwa dalam
bidang usaha farmasi sudah ada peraturan untuk namun tidak didukung oleh adanya
suatu standard pelaksanaanya yang jelas. Di bidang industri, distribusi, apotek
dan toko obat Undang-undangnya sudah ada. Saya ambil contoh UU GMP/cGMP itu
sudah ada, masalahnya sampai hari ini standar pelaksanaannya belum ditetapkan,
akhirnya obat yang diprodusi pabrik tidak memiliki standar yang sama.
Dengan demikian saya sampaikan kepada Pemerintah
untuk memberanikan diri menetapkan suatu blueprint bagi bidang usaha farmasi
yang diikuti oleh pelaku usaha yang masuk kedalam bisnis farmasi. Untuk itu
diperlukan keberadaan quality decision maker untuk menetapkan
standar-standar dalam bidang farmasi jelas dan tegas.
Akibat dari kelemahan leadership pemerintah,
menjadikan kenyataan bahwa terdapat sarana produksi yang kurang dapat
diandalkan kualitasnya, karena sistemnya tidak jelas, akhirnya kita tidak bisa
mengkualifikasi industri farmasi nasional dengan standar yang dibutuhkan duni
internasional.
Ketegasan Regulasi Bidang Industri
Farmasi
Standard produksi harus ditetapkan oleh pemerintah
secara tegas dan bijaksana mengatur dan meng-akomodasi setiap kepentingan.
Menyoroti big issue GMP/cGMP yang selama ini menjadi suatu dilema bagi sebagian
kalangan industri farmasi kecil.
Didalamnya ada yang harus kita cermati, saat ini kita memiliki dua kepentingan besar yakni kebutuhan rakyat terhadap obat yang tidak dapat ditunda dan pelaksanaan standarisasi GMP/cGMP, yang harus ditata agar kedua dapat berjalan lancar. Namun pertanyaannya, dari kedua kepentingan tersebut, mana yang lebih penting?
Didalamnya ada yang harus kita cermati, saat ini kita memiliki dua kepentingan besar yakni kebutuhan rakyat terhadap obat yang tidak dapat ditunda dan pelaksanaan standarisasi GMP/cGMP, yang harus ditata agar kedua dapat berjalan lancar. Namun pertanyaannya, dari kedua kepentingan tersebut, mana yang lebih penting?
Pertama, kita melihat standarisasi GMP/cGMP yang
banyak sekali persyaratannya. Langkah awal untuk memastikan prosesnya berjalan
adalah dengan segera melakukan kualifikasi dalam industri farmasi dan penetapan
standar GMP yang digunakan oleh industri farmasi Indonesia. Dalam langkah awal
ini pemerintah harus tegas mengelola peraturan yang telah dibuat, termasuk
penetapan standar GMP.
Jika dalam lima tahun atau sepuluh tahun kedepan
standar ini belum ditetapkan oleh pemerintah, dampaknya adalah implementasi
yang lemah, bahkan dinilai kurang memperhatikan bahwa produk obat ini dibuat
berkaitan dengan keselamatan jiwa manusia, karena produk obat kita tidak
memenuhi standar.
Singkatnya untuk memenuhi kebutuhan standarisasi
GMP sebaiknya pemerintah membuat keputusan yang jelas dan tegas mengenai
pemberlakuan GMP/cGMP karena sudah menjadi kebutuhan global.
Dalam kerangka, pertama untuk menjamin kesehatan masyarakat Indonesia, kedua untuk menjawab tuntutan persaingan dunia internasional. Dengan mendorong upaya mengkualifikasi unit-unit produksi di pabrik yang sudah memenuhi standar kualitas, baik skala lokal, nasional, regional, global.
Dalam kerangka, pertama untuk menjamin kesehatan masyarakat Indonesia, kedua untuk menjawab tuntutan persaingan dunia internasional. Dengan mendorong upaya mengkualifikasi unit-unit produksi di pabrik yang sudah memenuhi standar kualitas, baik skala lokal, nasional, regional, global.
Kedua, upaya mendorong kemampuan industri farmasi
kita dalam memenuhi kebutuhan obat nasional, kita perlu menghitung kembali
berapa jumlah pabrik yang sudah memenuhi standar GMP (standar Jepang, Amerika,
Eropa). Kita bisa melihat apakah kapasitas pabrik ini mampu memenuhi kebutuhan
obat esensial nasional.
Umpamanya, ada 10 industri yang telah memenuhi
syarat, pemerintah bekerjasama dengan industri itu, memacunya untuk memenuhi
kebutuhan obat nasional. Tentu untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong skala
ekonomi, masing-masing industri tadi harus fokus pada produksi obat-obat
esensial nasional. Dalam hal ini pemerintah harus menjamin kelangsungan
kehidupan industri itu, karena ke sepuluh industri tersebut benar-benar telah
mengabdikan diri pada pelayanan obat nasional.
Kita memahami bahwa sebagian besar industri kecil
belum mampu menerapkannya. Yang saya ingin katakan adalah walaupun industri
besar bisa menerapkannya, kalau standar GMP/cGMP itu tidak segera ditetapkan,
tidak salah jika kita mengatakan bahwa kedua industri tadi hidup dalam ‘dunia
kelabu’.
Untuk itu diperlukan suatu ketegasan pemerintah
yang kuat melalui kepentingan yang kuat juga, yakni kepentingan masyarakat.
Pemerintah harus memiliki tim khusus yang memahami
bidang industri farmasi. Di lain pihak GP Farmasi juga memiliki tim khusus pula
yang menjamin sistem dan teknologi produksi yang baik. Kedua belah pihak secara
reguler mengkaji bersama melalui tim-tim khusus menetapkan tentang skala
produksi, biaya produksi, pajak produksi, jaminan suplai bahan baku, jaminan
mutu produk dan sebagainya.
GP Farmasi harus berani tegas menyatakan tentang
kualifikasi standar bagi industri, dan segera menetapkan bahwa dalam kurun
waktu sekian tahun akan mencapai standar yang memenuhi syarat nasional,
regional global. Sehingga visi industri farmasi nasional dapat terwujud dalam
waktu yang telah ditetapkan, melalui pengembangan yang dilakukan dalam
teknologi produksi yang menjamin nilai produksi dan competitiveness.
Selain itu GP Farmasi juga harus melakukan persuasi
secara terus menerus kepada perusahaan kecil guna mendorongnya menjadi besar
atau mati oleh persaingan atau oleh peraturan. Sesuai aturan yang dirancang
tegas agar perusahaan kecil tersebut menuju suatu kelompok industri yang
standard mutunya jelas, produknya juga memiliki harapan hidup bagi
mereka.