B Braun Siap Bangun Pabrik Senilai Rp 350 Miliar di Cikarang

B Braun, produsen alat kesehatan dan obat-obatan asal Jerman berinvestasi senilai Rp 350 miliar untuk membangun pabrik alat infus di Cikarang, Jawa Barat. Menurut Brand Manager PT B. Braun Medical Indonesia Eko Prayitno, pembangunan pabrik akan berlangsung di kuartal II 2011. Pihaknya masih menyempurnakan proses berbagai dokumen pendukung rencana investasi. Investasi itu juga sudah mendapat persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). "Pabrik itu ditargetkan mulai produksi pada 2013," kata Eko.

B Braun Siap Bangun Pabrik Senilai Rp 350 Miliar di Cikarang
B Braun, produsen alat kesehatan dan obat-obatan asal Jerman berinvestasi senilai Rp 350 miliar untuk membangun pabrik alat infus di Cikarang, Jawa Barat.

Menurut Brand Manager PT B. Braun Medical Indonesia Eko Prayitno, pembangunan pabrik akan berlangsung di kuartal II 2011. Pihaknya masih menyempurnakan proses berbagai dokumen pendukung rencana investasi. Investasi itu juga sudah mendapat persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). "Pabrik itu ditargetkan mulai produksi pada 2013," kata Eko.


Kehadiran B Braun akan memperketat kompetisi pasar infus di Indonesia yang selama ini di Sanbe farma, Otsuka dan DexaMedica. Sanbe misalnya telah memiliki pabrik infus senilai US$ 25 juta dengan kapasitas produksi sebesar 20 juta softbag per tahun di Cimahi, Jawa Barat.

Kepala Badan POM, Kustantinah menuturkan B Braun sudah melaporkan rencananya itu kepada BPOM. Berdasarkan Perpres No. 111/2007 yang membatasi kepemilikan asing di bidang farmasi hanya 75%, sisanya 25% harus menggandeng produsen lokal. "B Braun sudah punya mitra lokal sesuai dengan aturan yang ada," ujar dia.

Menurut Dirut IPMG, Parulian Simanjuntak, B Braun sebenarnya sudah lama masuk ke pasar dalam negeri, tapi hanya memasarkan lewat perusahaan lain. Upaya memenuhi salah satu ketentuan pemerintah perihal produsen farmasi asing harus memiliki pabrik di Indonesia, kini B Braun telah memutuskan membangun pabrik di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1010 Tahun 2008 tentang registrasi obat, menyebutkan registrasi obat baik produksi dalam negeri, obat narkotika, obat impor, maupun obat yang dilindungi paten hanya bisa dilakukan industri farmasi. Adapun dalam Permenkes sebelumnya, registrasi obat bisa dilakukan industri farmasi atau distributor.

Akibat tidak memiliki fasilitas produksi, perusa-haan farmasi asing dikategorikan pemerintah sebagai pedagang besar farmasi (PBF). Aktivitasnya di Indonesia sebatas mengimpor obat dari pabriknya, menjalankan urusan administrasi,dan memiliki apoteker. "Jika B Braun membangun pabrik, maka impor alkes akan berkurang," kata Parulian.

Hingga 2010, sebesar 97% pasar alkes dikuasai produk impor. Pasar alkes di Indonesia secara total bernilai Rp 22 triliun. Dari nilai itu, pemain lokal hanya menguasai pasar kurang dari sekitar 2,5% atau dengan nilai Rp 560 miliar.

Padahal, pengusaha alkes sebenarnya mampu menguasai pasar lebih besar hingga 10% atau sekitar Rp 2 triliun- Rp 2,5 triliun. Terutama dengan adanya Perpres No 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa yang membuka peluang penggunaan produk lokal lebih besar seperti alat kesehatan di rumah sakit. (erw)

Top Ad 728x90