Industri Memacu Kapasitas Produksi (2)

PYRIDAM FARMA
Perusahaan multi nasional PT Pyridam Farma Tbk juga menargetkan tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang atau utilisasi pabrik meningkat hingga10% seiring naik-nya permintaan produk farmasi di pasar domestik. Dibandingkan tahun 2010, kenaikan direncanakan dari 80% menjadi 90%. 



Sekretaris Perusahaan Pyridam Farma, Ryan Arvin, menjelaskan saat ini perseroan masih menghitung besaran investasi yang dibutuhkan untuk peningkatan utilisasi itu. "Pada akhir kuartal I 2011 baru bisa ditentukan berapa dana yang dibutuhkan untuk peningkatan tersebut," katanya.

Peningkatan utilisasi pabrik dilakukan untuk memenuhi kebutuhan farmasi di Indonesia, khususnya di segmen obat etikal yang selama ini menjadi fokus bisnis perseroan.

Perseroan ini telah mematok target pendapatan pada 2011 sebesar Rp 167 miliar, meningkat sekitar 15% dibandingkan proyeksi tahun lalu Rp 145 miliar. Peningkatan utilisasi dilakukan seiring rencana peluncuran obat baru pada 2011 untuk mengejar target pendapatan. "Rencananya akan kami luncurkan 3 sampai 5 produk obat baru pada 2011," tambah Ryan.

SANOFI AVENTIS
Sanofi meningkatkan kapasitas produksi sebesar 44,5% dari 90 juta tablet di 2010 menjadi 130 juta tablet. Plant Director Sanofi-Aventis, Mohammad Sumarno menjelaskan peningkatan produksi tersebut seiring rencana perusahaan melakukan ekspansi pasar ekspor ke Australia dan Selandia Baru pada tahun ini. “Sebanyak 40 juta tablet baru yang kami produksi pada tahun ini seluruhnya diekspor ke Australia dan Selandia Baru," ujar Sumarno.

Perseroan yang berkantor pusat di Pulo Mas, Jakarta dengan luas lahan 33000 m² ini menilai Australia sebagai pasar ekspor yang prospektif untuk obat bebas. Sanofi telah memperoleh izin peredaran obat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Australia (Terapeutic Good Agency/TGA) sejak Maret 2010. Ekspor ke Australia dan Selandia baru akan dimulai pada Maret 2011. Penetrasi pasar ke dua negara tersebut ditargetkan akan memperbesar pangsa pasar ekspor obat bebas milik perseroan. Selama ini pangsa pasar ekspor terbesar Sanofi untuk obat bebas adalah Thailand dan Vietnam.

Sementara pangsa pasar ekspor terbesar produk Sanofi di segmen obat resep adalah Thailand dan Kamboja. Dari total penjualan Sanofi-Aventis Indonesia, komposisinya 50% untuk domestik dan 50% ekspor.

KIMIA FARMA
Kimia Farma menargetkan utilisasi pabrik meningkat 3% dibandingkan tahun lalu, dari 75% menjadi 78%.

Direktur Utama Kimia Farma, Syamsul Arifin, menjelaskan peningkatan utilisasi pabrik akan berdampak pada kenaikan produksi yang akan meningkatkan pendapatan perseroan. Pada tahun ini, Kimia Farma menargetkan pendapatan mencapai Rp 3,25 triliun, naik 4,8% dibanding proyeksi 2010 yakni Rp 3,1 triliun.

Peningkatan utilisasi pabrik tahun ini juga didukung order produk farmasi dari pemerintah pada kuartal III dan IV 2011. Proyek pengadaan produk farmasi dari pemerintah akan menyumbang 30% dari total produksi perseroan tahun ini. Saat ini kapasitas produksi Kimia Farma untuk obat generik mencapai 65%, sementara 35% sisanya merupakan produksi obat bebas (OTC) dan obat resep.

Berdasarkan laporan keuangan Kimia Farma yang belum diaudit, pada 2010 laba bersih perseroan tumbuh 61,44% menjadi Rp 100,9 miliar dibandingkan 2009 sebesar Rp 62,5 miliar. Pada 2011, perseroan menargetkan laba bersih sebesar Rp 153,4 miliar.

Kimia Farma mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 51,8 miliar pada 2010, meningkat dibandingkan 2009 sebesar Rp 34,1 miliar.


TARGET INVESTASI DI SEKTOR FARMASI

Terkait dengan Investasi, sektor farmasi pada 2011 ditarget-kan meningkat dari US$ 500 juta menjadi US$ 750 juta – US$ 800 juta, atau 50%-60% dibandingkan proyeksi tahun lalu, seiring rencana kebijakan pemerintah melonggarkan kepemilikan asing dari 75% menjadi 100%.

Sebagaimana dikatakan Menteri Kesehatan RI, Endang R Sedyaningsih bahwa dengan kebijakan baru itu, prinsipal farmasi multinasional akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi sehingga berimplikasi meningkatkan tekno-logi di sektor farmasi. Harga obat resep pun diharapkan bisa menjadi lebih murah.

Diharapkan, untuk selanjutnya kapasitas produksi industri farmasi nasional akan terus bertambah terutama untuk obat resep (etikal) yang belum dibuat di dalam negeri, seperti obat kanker, jantung, dan diabetes.

Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Sri Indrawati, mengatakan investasi yang siap masuk akan memacu penambahan pasokan obat nasional, dengan demikian masyarakat bisa lebih mudah untuk memperoleh obat yang dibutuhkan. Jenis obat yang diusulkan untuk dibuka investasinya yaitu obat resep yang belum diproduksi di Indonesia, seperti obat kanker, jantung, dan diabetes.

Perkiraan investasi yang akan masuk sebesar US$ 750 juta hingga US$ 800 juta, perkiraan ini diasumsikan dari pembangunan pabrik farmasi. Jika perusahaan membangun pabrik pengemasan saja, maka investasi yang dibutuhkan sekitar US$ 250 juta. Sedangkan bagi perusahaan yang membangun pabriknya dari hulu ke hilir dengan produksi penuh (full production), nilai investasinya bisa mencapai US$ 500 juta. "Tergantung produksi dan jenis obatnya," lanjut Sri Indrawati.

Sri Indrawati juga menjelaskan bahwa jenis obat pun menentukan besaran investasi yang akan digulirkan oleh perusahaan untuk membangun fasilitas produksi. Ia mengatakan bahwa investasi untuk satu jenis produksi akan lebih murah dibandingkan pembangunan pabrik yang memproduksi tiga jenis obat.

previous  |  next page  |

Top Ad 728x90