Perusahaan Farmasi Asing Mengalami Disefisiensi Produksi

International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menyatakan produsen farmasi asing di Indonesia mengalami disefisiensi produksi, yakni volume produksi yang kecil sehingga membuat biaya produksi tidak efisien. Kondisi itu membuat produsen kesulitan memperoleh marjin yang besar serta memenuhi imbauan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan agar produsen farmasi tidak menaikkan harga jual obat pada tahun ini. 


Parulian Simanjuntak, Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group, menjelaskan disefisiensi produksi itu terjadi karena kebijakan pemerintah yang mewajibkan produsen farmasi asing memiliki fasilitas produksi di Indonesia. Kewajiban itu sulit dipenuhi karena kondisi infrastruktur distribusi yang belum memadai. 

Kondisi itu diperparah dengan konsumsi obat di Indonesia masih kecil jika dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. “Nilai konsumsi obat di Indonesia masih US$ 15 per tahun per kapita, sementara Malaysia mencapai US$ 45 per tahun per kapita,” kata dia.

Hal itu yang memicu ekspansi sejumlah perusahaan farmasi asing ke negara lain seperti Malaysia, Vietnam, dan Australia. Salah satunya adalah Sanofi-Aventis Group Indonesia, yang mulai merambah pasar farmasi Asutralia dan Selandia Baru mulai tahun ini. Ekspansi tersebut akan meningkatkan kapasitas produksi obat tablet Sanofi-Aventis sebesar 44% dari 90 juta tablet pada 2010 menjadi 140 juta tablet pada 2011.

Terkait dengan disefisiensi itu, Parulian menyatakan penentuan harga obat sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing produsen farmasi asing. Tiap produsen memiliki penilaian tersendiri terkait margin produksi obat, yang berdampak pada harga jual. “Penentuan harga melihat kondisi pasar bahan baku dan unsur pendukung produksi lainnya seperti bahan kemasan dan lain-lain,” ujar Parulian.

Selain bahan baku dan kemasan, beberapa faktor yang mempengaruhi harga jual dan biaya produksi produsen farmasi antara lain inflasi serta tingginya suku bunga. Kenaikan upah buruh juga akan menambah ongkos produksi obat tahun ini. 


Dia mengakui Kementerian Kesehatan telah mengimbau produsen farmasi untuk tidak menaikkan harga jual obat pada tahun ini. Namun, penetuan soal harga obat tetap diserahkan kepada masing-masing produsen dan prinsipal.

Endang Rahayu Sedianingsih, Menteri Kesehatan, mengimbau produsen farmasi untuk menahan kenaikan harga jual pada tahun ini. Produsen farmasi diminta memperhatikan daya beli masyarakat yang terkena imbas inflasi tinggi serta tekanan harga pangan pada dua bulan awal 2011. Menteri Kesehatan juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengawasi produk obat yang beredar dan mengupayakan harga obat lebih terjangkau oleh masyarakat.

Untuk mendukung efisiensi produksi perusahaan farmasi asing di Indonesia, International Pharmaceutical Manufacturers Group meminta dukungan pemerintah dengan memperbaiki pelayanan kesehatan melalui subsidi dan program penyediaan obat yang tepat.

Saat ini anggota International Pharmaceutical Manufacturers Group sekitar 27 perusahaan dari sekitar 199 perusahaan farmasi yang ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 12 perusahaan di antaranya sudah memiliki fasilitas produksi di Indonesia. (erw)

Top Ad 728x90