International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menerbitkan revisi Kode Etik IPMG. Kode etik yang dimaksud adalah tentang praktik pemasaran farmasi bagi pemangku kepentingan terkait industri farmasi.
Revisi ini menegaskan hubungan bisnis yang etis dan profesional dengan para praktisi bidang kesehatan. Dari revisi tersebut, transaksi seperti honor dokter sebagai pembicara, hadiah, cinderamata, bahkan karangan bunga akan diawasi dengan lebih ketat.
Untuk memastikan kesesuaian Kode Etik IPMG dengan perkembangan kondisi serta hukum yang berlaku, Sub Komite Praktik Pemasaran IPMG telah merevisi sejumlah pasal.
“Revisi Kode Etik IPMG bertujuan mengatur hubungan industri farmasi dengan medis,” jelas Ketua IPMG, dr. Luthfi Mardiansyah. Dalam seminar bertajuk Promosi Obat secara Etis untuk Layanan Kesehatan yang Lebih Baik, ditegaskan pula etika bisnis dalam promosi obat di Indonesia.
Kode Etik IPMG mengatur hal-hal seperti kegiatan praktisi kesehatan di luar negeri, uang pengganti perjalanan, hiburan, transportasi, akomodasi, dan honor dokter sebagai pembicara. Diatur pula biaya kegiatan ramah tamah, institutional fee, cinderamata yang bersifat promosional, hadiah terkait budaya, biaya sebagai reponden riset internal, serta sumbangan perusahaan.
“Kode etik itu sifatnya patuh atau tidak patuh, layak atau tidak layak. Tujuannya tentu saja menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas perusahaan,” papar Abdullah Hehamahua, anggota tim penasehat KPK. Abdullah menjelaskan, bahkan sekuntum bunga yang diberikan kepada medis pun terhitung suap lantaran adanya conflict of interest.
Kode etik IPMG telah digunakan sejak tiga tahun lalu.
Dengan revisi, pengawasann terhadap pelaksanaan kode etik akan semakin ketat. Managing Director Control Risks, Corene Crossin memaparkan penekanan revisi kode etik adalah pada anti-suap. “Hukum anti-suap mengkover pemberian hadiah, uang tunai, perjalanan dinas, dan hiburan,” jelasnya pada Rabu 27 Juni 2012. Revisi ini sekaligus menselaraskan industri farmasi dengan Mexico City Principles for Voluntary Codes of Business Ethic in Biopharmaceutical Sector yang didukung negara-negara APEC November 2011.
Senada dengan Corene, Allen Doumit, Kepala Sub Komite Praktik Pemasaran sekaligus Country Division Head Pharmaceuticals PT Bayer Indonesia menegaskan Kode Etik IPMG mengupdate berbagai aspek khususnya terkait promosi produk kepada medis. Meski demikian revisi kode etik ini tidak akan mengubah strategi pemasaran Bayer. Meski anggota IPMG hanya 24 perusahaan, ia yakin revisi Kode Etik IPMG tidak akan mempengaruhi angka penjualan mereka.
Di Indonesia terdapat lebih dari 200 perusahaan farmasi. “Sekitar 35% total sales secara nasional dikuasai oleh industri-industri IPMG,” Allen menjelaskan. “Untuk mensosialisasikan Kode Etik IPMG kepada karyawan Bayer sendiri kami mentraining mereka tiga kali dalam setahun. Kami juga membagikan newsletter kepada mereka,” lanjutnya. (dbs)