Mereviu Momentum Pertumbuhan Industri Farmasi 2011-2012 (3)

STRUKTUR BIAYA INDUSTRI FARMASI & UPAYA KURANGI KETERGANTUNGAN IMPOR BAHAN BAKU OBAT
Dari total struktur biaya produksi obat, komponen bahan baku obat mendominasi sekitar 70% sampai 80% . Sementara itu, sebagian besar (90%) dari bahan baku dari industri farmasi masih diimpor yang terutama didatangkan dari China (75%), India (20%), dan sisanya adalah dari Eropa dan Amerika Serikat 


Di pertengahan November 2011 lalu, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, yang mengatur pembebasan bea masuk untuk beberapa bahan baku farmasi.

Dengan peraturan ini, tingkat bea masuk untuk beberapa bahan baku farmasi turun menjadi 0% dari tingkat sebelumnya 5%. Peraturan itu berlaku sejak 17 November 2011 yang diharapkan dapat memberikan dampak positif pada awal tahun 2012.

Menurut Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), impor bahan baku farmasi di Indonesia pada 2011 mencapai Rp 10,7 triliun dan diperkirakan meningkat dikisaran Rp 11,9 triliun - Rp 12,3 triliun pada 2012 sejalan dengan perkembangan pasar farmasi nasional.


Tingginya impor bahan baku farmasi dari tahun ke tahun mendorong berbagai upaya pemikiran dari pihak terkait untuk mulai mengurangi ketergantungan impor. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan meminta BUMN Farmasi untuk membangun fasilitas produksi bahan baku obat.

Dengan mengutamakan bahan baku farmasi yang banyak digunakan oleh industri farmasi di Indonesia, seperti
amoxicillin dan parasetamol. Dalam hal ini, Kemenkes berencana memberi insentif untuk investasi pada pembangunan fasilitas bahan baku farmasi, termasuk keringanan pajak penghasilan, pengembalian pajak, dan bentuk insentif lainnya.


Namun demikian, rencana pembangunan fasilitas produksi bahan baku obat itu masih membutuhkan studi lebih mendalam dan diskusi lintas-instansi pemerintah, antara lain, mengenai kebutuhan investasi dan sumber daya keuangan untuk menjadi produsen bahan baku obat milik pemerintah.
IPMG (International Pharmaceutical Manufacturers Group ) menyatakan saat ini ada tiga pelaku farmasi multinasional (dua perusahaan dari India dan satu dari China) yang tertarik untuk berinvestasi dalam pembuatan bahan baku farmasi dan produksi obat di Indonesia. 

Namun, menurut IPMG, saat ini pelaku farmasi asing sulit untuk merealisasikan rencana investasi bahan baku farmasi di Indonesia karena investasi bahan baku farmasi termasuk dalam aturan daftar negatif investasi (DNI), yang mengatur bahwa pelaku asing harus bekerja dengan perusahaan lokal ketika berinvestasi di Indonesia.

Saat ini, pemerintah membatasi kepemilikan asing pelaku di industri farmasi sebesar maksimum 75%. Dalam hal ini, perusahaan farmasi asing tidak mudah untuk menemukan mitra lokal, disisi lain, perusahaan lokal juga keberatan dengan porsi saham mereka yang lebih kecil dari porsi mitra asing.



Nilai Tukar Rupiah dan Produksi Struktur Biaya Industri Farmasi.
Terkait dengan bahan baku farmasi, fluktuasi dalam nilai tukar Rupiah merupakan faktor penting mengingat kandungan impor sangat besar dalam industri farmasi. Nilai tukar rupiah (pada rata-rata) pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 9.084 / USD dan naik ke level Rp 8.780 / USD pada tahun 2011. Untuk 2012, nilai tukar rupiah (pada rata-rata) diperkirakan akan relatif stabil pada kisaran Rp 8.900 / USD menjadi Rp 9.100 / USD.

Tingkat Rupiah relatif stabil tukar cukup kondusif untuk industri farmasi, mengingat sekitar 90% bahan baku farmasi masih diimpor. Bahan baku berkontribusi sebesar 70% sampai 80% dari struktur biaya produksi obat. 

| previous | next page : Regulasi Pemerintah di Sektor Farmasi |


Top Ad 728x90