,

Tantangan Ledakan Penduduk di Asia

Sebuah hasil survei multinasional "Contraception: Looking for the Future" yang didukung oleh 812 responden berusia 20-35 tahun dari 8 negara di Asia, meliputi China, India, Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Taiwan, menunjukkan 27% responden tidak menggunakan kontrasepsi saat melakukan aktivitas seksual pertama kali.

Tantangan Ledakan Penduduk di AsiaSebuah hasil survei multinasional "Contraception: Looking for the Future" yang didukung oleh 812 responden berusia 20-35 tahun dari 8 negara di Asia, meliputi China, India, Indonesia, Korea Selatan, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Taiwan, menunjukkan 27% responden tidak menggunakan kontrasepsi saat melakukan aktivitas seksual pertama kali.


Data itu mencerminkan masih rendahnya kesadaran masyarakat Asia dalam penggunaan alat kontrasepsi. Itu dibenarkan oleh Harni Koesno, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan orang enggan memakai kontrasepsi di antaranya faktor budaya dan pola pikir.


"Sebagian masyarakat Indonesia, khususnya di desa, masih berpandangan banyak anak banyak rejeki," katannya dalam konferensi pers bertajuk "Hari Kontrasepsi Dunia dan 25 tahun KB Mandiri" di Jakarta, Rabu (26/9).

Kondisi sosial seperti minim hiburan, menurut Harni Koesno membuat kegiatan seksual menjadi pilihan. Realitas seperti itu banyak terjadi di desa-desa, yang jauh dari dunia hiburan. "Kalau kita pergi ke desa-desa terpencil, masih banyak menemukan satu keluarga memiliki lebih dari empat orang anak. Bagi mereka punya anak banyak sudah hal biasa karena lingkungan sekitar pun demikian," katanya.

Ia menambahkan kalau faktor budaya, pola pikir dan keengganan dalam menggunakan alat kontrasepsi tidak segera diatasi akan menjadi persoalan kompleks bagi negara, di masa mendatang. Mereka secara otomatis akan menjadi beban negara di kemudian hari. Pasalnya, pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan, pendidikan, dan masa depan rakyat.

PENINGKATAN PERANAN MEDIS
Biran Affandi, Ketua Asia Pacific Council on Contraception (APCOC), menambahkan sebagian negara di Asia Pasifik belum bias menangani laju pertambahan angka kelahiran. Tingginya angka kelahiran dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, geografi, dan minimnya informasi tentang alat kontrasepsi.

Menurutnya, keadaan ekonomi seseorang juga mempengaruhi aksesibilitas terhadap kontrasepsi. Makin rendah ekonomi, makin rendah pula pengetahuan dan kemampuan menggunakan alat kontrasespsi. Selain itu, kondisi lingkungan geografis mempengaruhi keinginan melakukan aktivitas seksual dan berdampak pada laju tingkat kehamilan. Keadaan itu memicu terjadinya 'ledakan' penduduk.


Hal senada dikatakan oleh Sugiri Syarief, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Menurutnya sensus penduduk 2010 menunjukkan jumkah penduduk Indonesia adalh ke 4 terbesar setelah China, India, dan Amerika, sekitar 237,6 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) mencapai 1,49% per tahun. Dengan demikian, jumlah penduduk Indonesia akan bertambah sekitar 3,5 juta jiwa per tahunnya, diperkirakan pada 2012 mencapai 245 juta jiwa.

"Sensus itu juga mencatat, sebesar 60% penduduk Indonesia hanya tamat SD. Angka harapan hidup laki-laki 68 tahun, sedangkan perempuan 72 tahun. Sedangkan angka kemiskinan 31,02 juta jiwa serta angka pengangguran 7,14%," ungkap dia dalam kesempatan yang sama.

Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidipratomo, menerangkan sebagai tenaga medis, IDI akan membantu pemerintah menanggulangi persoalan penduduk. Persoalan itu tidak hanya menjadi beban pemerintah, melainkan juga IDI.

Prijo mengatakan, IDI akan mengirim dokter ke desa-desa serta membangun kesadaran penggunaan kontrasepsi. IDI juga akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga tercipta generasi berkualitas dan siap menyambut masa depan untuk menjadikan negeri ini lebih maju.

Harni Koesno, IBI akan terus meningkatkan kualitas layanan profesi bidan sehingga mereka bisa membantu membangun kesadaran pada masyarakat terkait penggunaan kontrasepsi dan program KB. Saat ini bidan telah tersebar ke pelosok desa-desa. Keterampilan mereka cukup memadai, sudah bisa melayani kesehatan ibu hamil dengan baik.

"Sekarang sudah tidak sulit lagi menemukan bidan. Di setiap desa sudah ada bidan. Keberadaan mereka sangat dibutuhkan. Pasalnya, mampu meringankan dan membatu masyarakat saat memeriksa kandungan dan melahirkan. Tidak sebatas itu, bisa juga menyosialisasikan KB dan alat kontrasepsi," jelasnya. (dbs)

Top Ad 728x90