Impor bahan baku farmasi di 2013 diperkirakan mencapai US$ 1,35 miliar, naik
15,3% dibanding tahun lalu US$ 1,17 miliar, menurut Gabungan Perusahaan Farmasi Idonesia (GPFI). Kenaikan
tersebut mengikuti pertumbuhan industri farmasi di Indonesia.
"Unsur biaya bahan baku, khususnya bahan baku impor berkontribusi 25%
terhadap nilai penjualan farmasi di Indonesia," kata Kendrariadi dari Wakil Sekjen GPFI . Tahun ini, penjualan farmasi ditargetkan mencapai US$ 5,4 miliar, naik 14,89%
dibanding tahun lalu US$ 4,7 miliar.
Kenaikan impor sebagai dampak pertumbuhan industri juga seiring kenaikan
konsumsi produk-produk farmasi oleh masyarakat, seiring meningkatnya kesadaran
akan kesehatan. "Kesadaran akan kesehatan terjadi khususnya di masyarakat
usia produktif," ujar Kendrariadi. Mayoritas bahan baku impor industri farmasi di Indonesia berasal dari India
dan China, karena harganya yang relatif murah. Harganya lebih murah hingga 15%
daripada bahan baku dari Eropa.
Pertumbuhan industri farmasi juga ditopang ekspansi yang dilakukan oleh
produsen, sehingga menambah penggunaan bahan baku. "Ekspansi yang
dilakukan produsen dalam rangka menyambut pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) pada 1 Januari 2014," kata Kendrariadi.
Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi saat ini
berpotensi menaikkan biaya produksi produsen farmasi. Hal itu karena 95% bahan
baku produsen masih diimpor.
"Biaya produksi, khususnya biaya bahan baku akan terpengarug bila
rupiah melemah lebih dari 10% terhadap dolar Amerika Serikat," ujar
Syamsul Arifin, Anggota Dewan Penasehat GPFI. Dia menilai besaran pelemahan yang terjadi saat ini belum
berpengaruh terhadap biaya produksi farmasi.
Kalbe Farma mencatat kenaikan biaya bahan baku sebesar 25% hingga kuartal
III 2012 menjadi Rp 1,75 triliun, dibanding periode yang sama 2011 sebesar Rp
1,40 triliun. Kenaikan tersebut ikut mempengaruhi pelemahan margin kotor Kalbe
Farma sebesar 310 basis poin.
Vidjogtius, Direktur Kalbe Farma, menuturkan meski biaya bahan baku naik,
khususnya di tengah melemahnya nilai tukar rupiah akibat pengaruh krisis
keuangan di zona Euro, harga bahan baku secara keseluruhan dinilai masih cukup
stabil sehingga tidak menimbulkan dampak yang berarti terhadap biaya bahan
baku.
"Selain itu, Kalbe secara konsisten terus menjalankan upaya
pengendalian biaya produksi," ujar dia dalam keterangan tertulis.
Kalbe Farma secara grup membeli alat-alat kesehatan dan bahan baku dalam
mata uang asing, antara lain dolar Amerika Serikat, euro atau harga yang secara
signifikan dipengaruhi oleh tolak ukur perubahan harganya dalam mata uang asing
(terutama dolar AS) seperti yang dikutip dari pasar internasional.
Perusahaan lain yang mencatat kenaikan biaya bahan baku yakni Tempo Scan
Pacific. Biaya bahan baku perseroan hingga kuartal III 2012 naik 16% menjadi Rp
889 miliar dibanding periode yang sama 2011.
Perseroan juga mencatatkan penurunan margin kotor hingga kuartal III 2012.
Menurut laporan keuangan perusahaan, margin kotor Tempo Scan hingga kuartal III
2012 mencapai 38,68% lebih rendah dibanding periode yang sama 2011 sebesar
39,77%.
Penurunan margin kotor Tempo Scan juga dipengaruhi pertumbuhan beban pokok
penjualan yang lebih tinggi dibanding kenaikan penjualan. Penjualan Tempo Scan
naik 14,4%, sementara beban pokok penjualan meningkat 16,4% di periode yang
sama. (erw)