Prof.
Hasbullah Tabrani, Dekan FKM UI
Belakangan ini, wacana calon presiden mulai hangat.
Banyak tokoh dikedepankan
untuk bersaing pada Pemilihan Presiden 2009 mendatang.
Beberapa tokoh dan pemimpin malah mulai sibuk strategi kampanye. Waktu untuk
memberi perhatian pada tugas-tugas negara yang masih belum selesai, sedikit
demi sedikit mulai terbagi karena moment-nya dianggap lebih penting untuk
mencari dukungan politik.
Kendati
demikian sebagai warga negara yang baik tentunya wajib
bagi kita untuk
mengingatkan para pemimpin negeri ini untuk tetap
konsisten dan fokus mencari pemecahan bagi masalah-masalah nasional. Termasuk
permasalahan
yang urgensinya sangat tinggi, yakni pembangunan kualitas
manusia
Indonesia yang berdaya saing, sesuai dengan tuntutan global.
Indonesia yang berdaya saing, sesuai dengan tuntutan global.
Sejak
Orde Baru, perhatian dan prioritas pembangunan manusia
yang merupakan modal tahan lama di Indonesia bisa dikatakan sangat kurang
dibandingkan dengan prioritas pambangunan prasarana fisik dan industri yang
merupakan modal tidak tahan lama.
Kesan
tersebut dapat dilihat dari tren belanja pemerintah untuk
kesehatan, yang dilihat dari belanja sektor kesehatan, sepanjang 20 tahun ini
tidak mengalami perubahan berarti, jika dihitung dalam nilai Dolar Amerika. Memang
jika dihitung belanja pemerintah per orang per tahun dalam nilai Rupiah, tampak
ada peningkatan.
Namun
demikian, peningkatan belanja dalam rupiah tidak bisa
diartikan sebagai
peningkatan riil, lantaran inflasi dan rendahnya nilai
tukar rupiah dari waktu ke waktu.
Melihat
kenyataan bahwa belanja kesehatan oleh pemerintah dalam
nilai Dolar Amerika tidak mengalami perubahan, padahal banyak sekali
perkembangan yang
mempengaruhi hal-hal yang terkait dengan komponen biaya
kesehatan, seperti biaya pengadaan obat yang hampir 100 persen harus diimpor
dengan
valuta asing. Hal ini jelas membuktikan bahwa tidak ada
perubahan yang signifikan bagi sektor kesehatan dalam kurun waktu 4 periode
pembangunan
lima tahun.
Data
yang tercatat pada Perbandingan Belanja Kesehatan per
Orang per Tahun di beberapa negara berkembang di Asia, tahun 1998 – 2002 oleh
UNDP memperlihatkan dengan ukuran nilai dolar internasional bahwa Indonesia hanya
mampu mengungguli Afganistan, negara yang jelas-jelas sampai saat ini masih
dalam keadaan perang dan tidak stabil. Pengukuran dengan nilai dolar Internasional tersebut sudah memperhitungkan perbedaan biaya hidup
pada masing-masing negara, sehingga besaran belanja perkapita tersebut dapat
dibandingkan.
Data
lima tahun tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum
memprioritaskan kesehatan
sebagaimana mestinya, yang berdampak amat buruk bagi
kualitas sumber daya manusia Indonesia. Belanja kesehatan kita lebih kecil dari
Vietnam dan jauh lebih rendah dari belanja kesehatan Cina.
Jangan heran jika dalam waktu dekat kita akan tertinggal
jauh dalam segala hal dibandingkan demngan Vietnam dan Cina, yang beberapa
dekade lalu lebih
miskin dari kita.
Tanpa
pemahaman yang mendalam akan pentingnya investasi
kesehatan serta tekad
kuat untuk membangun Indonesia dengan investasi yang
memadai bagi
pendidikan dan kesehatan, Indonesia akan mempertahankan
predikat sebagai
bangsa kuli baik diluar negeri atau sebagai tuan rumah
tapi kuli.
Terdapat
gambaran yang lebih memprihatinkan, manakala kita melihat
catatan UNDP tahun 2005, mengenai perbandingan Belanja Relatif negara-negara
yang diukur sebagai persentase PDB di neberapa negara di Asia, pada tahun 1998
– 2002.
Pada
gambaran tersebut Indonesia berada pada peringkat paling
rendah.
Apabila diukur dengan persentase PDB yang dibelanjakan
untuk kesehatan, negara ini ternyata paling pelit mengeluarkan belanja
kesehatan yang seharusnya menjadi investasi pembangunan kualitas manusia. Pengeluaran
persentase terhadap PDB mengukur seberapa penting negara
kita memberi nilai pada kesehatan, terlepas dari tingkat kemiskinan yang
terjadi.
Negara Kamboja dan Afganistan yang jelas-jelas lebih
miskin dari negeri ini telah mengeluarkan belanja kesehatan secara konsisten
lebih banyak dalam lima tahun tersebut. Memang
kita semua tahu, pada umumnya negara berkembang
mengeluarkan dana baik dari sumber pemerintah maupun dari sumber masyarakat,
yang jumlahnya tidak banyak. Ini karena kebanyakan mereka memandang pendanaan
bidang kesehatan dengan keliru, mereka memasukkan sebagai beban pengeluaran jangka
pendek. Padahal pengeluaran tersebut merupakan investasi modal manusia jangka
panjang yang sangat strategis dan memiliki nilai politis yang tinggi.
Data
dari UNDP mencatat bahwa sepanjang tahun 1998 – 2002,
Indonesia hanya lebih baik dari India, namun dibawah Filipina. Tapi bagaimana
dengan negeri India dalam dua tahun belakangan ini yang ternyata mengalami pertumbuhan
ekonomi yang mengesankan. India telah menyadari nilai investasi pembangunan
kualitas manusia dan karenanya telah meningkatkan anggaran belanja pendidikan
dan kesehatan negaranya sebagai perwujudan prioritas dan komitmen membangun
bangsa yang memiliki keunggulan.
Ketertinggalan Indonesia mengindikasikan ketidakpahaman kita pada investasi
pembangunan kualitas manusia. Negara yang memiliki penduduk terbesar keempat di
dunia. Lima tahun yang lalu survei telah membuktikan tingkat daya saing kita
pada posisi terendah yakni urutan 49 dari 49 negara. Peringkat yang memalukan
ini ditangkis dengan masalah besarnya jumlah penduduk sebagai alasannya.
Sementara India dan Cina jumlah memiliki penduduk yang
lebih besar dan luas daratan yang lebih besar, seharusnya punya masalah yang
sama bahkan jauh
lebih berat. Tetapi ternyata mampu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang sangat jauh lebih baik. Ini memperjelas bahwa penduduk
di negara ini merupakan beban, bukan modal dan selama kurun waktu 5 tahun kita
tak mampu merubahnya. (erw)