,

Japan: More Pressures for Global Economy Uncertainty (1)

TRAGEDI DI JEPANG 11 MARET 2011
Dampak dari bencana di Jepang tidak hanya terjadi pada lingkup domestik mereka, tetapi potensinya mampu untuk menggagalkan ekonomi global.

Bahkan lebih merupakan salah satu sumber ketidakpastian bagi pasar dunia khususnya sektor keuangan. Dengan situasi pasar yang sudah gelisah karena kerusuhan di Timur Tengah dan Afrika Utara ditambah kenaikan harga minyak mentah, akan mempengaruhi biaya-biaya operasional perusahan farmasi seluruh dunia.

Pemerintah Jepang mengestimasi kerusakan terjadi mencapai 25 Triliun Yen (US$ 309 Miliar). Nilai itu hampir mencapai setengah dari PDB Indonesia tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp 6.422,9 Triliun

Menurut beberapa laporan awal, industri farmasi di Jepang tidak mengalami kerusakan besar setelah gempa bumi dan tsunami.

Beberapa farmasi yang telah memberi kabar anata lain; Novo Nordisk perusa-haan farmasi asal Denmark menegaskan pabriknya mengalami kerusakan, dan akan menilai operasi pasokan. Pabrik Novo Nordisk berlokasi di Koriyama, 60 km dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang meledak. Tetapi sebagian besar staf perusahaannya berlokasi di Tokyo. Semua karyawan yang bekerja di sini telah dipertanggungjawabkan.

Eisai melaporkan beberapa kerusakan fasilitas di Tokyo dan pandangan yang positif bagi pekerjannya. Tapi itu masih berusaha mencatat sekitar 50 orang di kantor cabang yang dekat dengan pusat gempa.

Sementara, menurut Dow Jones, Takeda Pharmaceutical, dengan pabriknya di Tokyo, Osaka dan Hikari, dilaporkan tidak ada kerusakan fasilitas yang besar tetapi masih terus memeriksa kondisi pabrik dan tenaga kerjanya. Daiichi Sankyo mengatakan karyawannya dalam situasi aman, hal yang sama dilaporkan oleh Merck yang mengkonfirmasi bahwa karyawannya di Tokyo, Shiga dan Menuma aman dan perusahaan mengharapkan untuk melanjutkan operasi secara normal pada hari Senin.

Kendati demikian dikatakan untuk jalur distribusi "akan dikompromikan" karena kerusakan yang luas terjadi pada infrastruktur transportasi. Kerusakan itu juga berdampak pada kehadiran karyawan. Di lain sisi keterbatasan pasokan listrik akibat kerusakan parah pada fasilitas pembangkit nuklir, menimbulkan risiko lain. 

Dampak Potensial Bencana pada Ekonomi Jepang
Gempa bumi yang berlanjut dengan tsunami ini secara tragis telah menyebabkan gangguan signifikan pada aktivitas ekonomi Jepang. Di wilayah yang paling terkena dampak bencana, transportasi dan produksi tidak dapat dilakukan sehingga menyebabkan rantai pasokan meng-alami kesulitan. Kerusakan fasilitas tenaga listrik, termasuk dua pembangkit nuklir, telah menciptakan kekurangan daya dan memberi konsekuensi yang kompleks ke seluruh negeri.

Dengan situasi ekonomi Jepang yang telah melambat dalam beberapa bulan terakhir, bencana alam itu memberi kontribusi terhadap melemahnya ekonomi Jepang secara signifikan dalam waktu dekat.

Sebuah analisis mengatakan, bencana alam di negara maju biasanya dimasukkan ke dalam serangkaian kebijakan dan tindakan lainnya yang mulai menciptakan counter-effect positif. Secara khusus, penurunan aktivitas produksi dan konsumsi sering memberikan cara untuk mengambil inisiatif ekonomi yang didorong oleh upaya pemulihan permodalan yang rusak.

Secara historis, belanja pemerintah, stimulus moneter, dan pembayaran asuransi meletakkan dasar bagi tahap rekonstruksi, di mana lingkungan bisnis dan rumah tangga membangun kembali infrastruktur yang rusak. Sebagai contoh, setelah gempa daerah Kobe pada tahun 1995, produksi industri Jepang turun sebesar 2,6% selama bulan gempa tetapi kembali pulih pada dua bulan kemudian.

Ada banyak perbedaan antara gempa Kobe dan saat ini dalam hal kerusakan yang ditimbulkan dan dampak lingkungan ekonomi secara keseluruhan, namun pola sejarah secara umum penurunan aktivitas mendadak selalu diikuti dengan rekonstruksi untuk pemulihan dari bencana sebagaimana dilakukan pula di berbagai negara maju.

Meskipun suku bunga mendekati nol dan situasi bencana keuangan, Jepang masih mempertahankan motivasi dan mengambil langkah-langkah tambahan untuk mengatasi situasi yang mendesak guna memacu tahap rekonstruksi. Sebagai contoh, bank sentral Jepang mengumumkan ekspansi ¥ 10 miliar untuk program akselerasi kuantitatif mereka, termasuk pembelian aset berisiko, seperti surat REIT Jepang.

Hal ini juga memberikan tingkat likuiditas yang luar biasa ekstra untuk sistem keuangan domestik pada 14 Maret. Di samping itu, meskipun defisit 2011 sangat tinggi dan utang pemerintah debt-to-GDP pada tingkat yang mengejutkan di atas 200%, namun stimulus fiskal lebih lanjut masih mungkin dilakukan.

Jepang terus menikmati pembiayaan dalam negeri hampir sepenuhnya dari utang publik, dan ada bukti awal bahwa beberapa investor Jepang dan institusi keuangan menjual aset luar negeri dan dipulangkan kembali ke Jepang dalam beberapa hari ini, membuat potensi dana tambahan untuk rekonstruksi. Namun, potensi untuk repatriasi dana dari perusahaan asuransi dan entitas lain dapat memperkuat nilai Yen Jepang, yang, jika tidak dilawan oleh bank sentral, bisa menjadi merugikan bagi eksportir Jepang.
| next page |

Top Ad 728x90