Johannes Setijono |
Ketua Umum GPFI Johannes Setijono
mengatakan, perkembangan perdagangan produk farmasi terus mengalami
peningkatan. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan sektor tersebut
selalu mencetak double digit yakni 13%.
"Tahun lalu, pertumbuhan
sudah mencapai 14% - 15%. Secara nilai, perdagangan produk yang
terdaftar sebagai obat sekitar Rp 45-47 triliun,” ujarnya di selang
acara Musyawarah Provinsi XIV GP Farmasi Indonesia DPD Jatim di Surabaya
Minggu (23/2).
Menurut Johannes, faktor pendorong pertumbuhan itu adalah kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Peningkatan daya beli masyarakat membuatnya lebih banyak mengkonsumsi
produk farmasi. Apalagi, masyarakat juga meningkatkan kesadaran bahwa
kualitas produk farmasi tak lebih buruk dibanding negara lainnya.
“Selain itu, peran pemerintah daerah juga
menjadi pendorong pertumbuhan perusahan kami. Sebab, banyak pemda yang
akhirnya merancang jaminan kesehatan daerah. Tindakan itu tentu saja
memancing masyarakat untuk lebih nyaman membeli produk farmasi,”
ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, pendapat
berbeda diutarakan oleh ketua GP Farmasi Indonesia DPD Jatim yang baru
Paulus Totok Lusida. Dia merasa masih ada kendala untuk mencapai target
tersebut. Masalahnya terletak pada harga obat yang terus melonjak.
-----------------------------------------------
Simak juga:
1) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
2) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015
3) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
4) Industri Farmasi Sulit Terapkan Aturan Jaminan Produk Halal
-----------------------------------------------
Simak juga:
1) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
2) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015
3) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
4) Industri Farmasi Sulit Terapkan Aturan Jaminan Produk Halal
-----------------------------------------------
"Memang benar, konsumsi produk farmasi di Indonesia meningkat. Tapi,
karena kenaikan biaya operasional, kami harus menaikkan harga obat
sekitar 10% – 20% Desember lalu. Ini tentu menjadi faktor
penghambat,” ungkapnya.
Karena itulah, lanjut dia, harus ada
semacam insentif dari pemerintah untuk mendorong penyerapan produk
farmasi. Dalam hal itu, Totok mengusulkan adanya penghapusan pajak bagi
obat generik. “Itu adalah salah satu misi saya sebagai ketua. Soalnya,
obat generik adalah salah satu yang penting bagi konsumsi masyarakat,”
jelasnya.
Dia mengaku, harga obat generik yang
diatur pemerintah memang mempunyai insentif PSO. Namun, selama ini,
belum ada perusahaan yang mendapatkan insetif tersebut. (*)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------