Pengaruh penarikan obat untuk anestesi milik PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tidak akan terasa pada kinerja keuangannya. Pasalnya penjualan KLBF tidak hanya di dukung oleh penjualan obat resep. Selain itu juga kemitraan dengan dokter dan RS telah terjalin puluhan tahun.
Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) tanggal 16 Februari 2015, Kalbe telah mengakui melakukan penarikan sukarela secara nasional atas dua produknya yakni Buvanest Spinal 0,5 persen dan Asam Tranexamat Generik 500mg mulai tanggal 12 Februari 2015 sebagai langkah penjagaan mutu dan tanggung jawab preventif.
Kejadian itu dilakukan setelah adanya investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait meninggalnya dua pasien RS Siloam Lippo Village pada 11 Februari 2015 setelah disuntik Buvanest. Hingga saat ini belum ada hasil apa penyebab utama meninggalnya pasien tersebut.
Corporate Secretary perusahaan obat PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) Bayu Erdiansyah menilai penarikan obat sudah menjadi resiko bagi perusahaan farmasi.
-----------------------------------------------
Simak juga:
1) Menghitung Kerugian Kalbe Farma Pasca Penarikan Bunavest Spinal
2) Yang Perlu Diketahui dari Anestesi
3) 2015: Pasar Farmasi Akan Tumbuh 11,8% Jadi US$ 4,6 Miliar
4) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia 2015
5) Realisasi Pertumbuhan Industri Farmasi Indonesia 2014
6) Sejumlah Tantangan Hadang Industri Farmasi Indonesia
-----------------------------------------------
“Dampaknya bagi perusahaan berupa penarikan obat. Penarikan obat berarti produksi hilang,” katanya melalui saluran telepon kepada wartawan.
Selain itu, perusahaan tersebut juga harus memberikan penanganan bagi korban dan pelanggan yang menggunakan produknya tambah bayu. “Biasanya kami di Kimia Farma, ada penanganan pelanggan berupa penanganan khusus untuk case-case seperti itu”.
Sementara dari produksi sendiri, Buvanest dan Asam Tranexamat termasuk ke dalam golongan obat resep. Dilihat dari laporan keuangan KLBF, sepanjang Januari-September 2014 penjualan obat resep memang menyumbang 25 persen bagi total pendapatan atau senilai Rp3,2 triliun. Tetapi jumlah produk obat resep yang diproduksi KLBF jumlahnya ratusan.
Per akhir tahun 2013 saja jenis obat yang diproduksi KLBF mencapai 391 produk.
Analis CIMB Securities, Irenne Rachmad dalam laporan yang telah disampaikan kepada nasabah menyebutkan penarikan produk Buvanest hanya akan berpengaruh kurang dari 0,25 persen bagi penjualan Kalbe secara keseluruhan.
Irenne juga berpendapat kejadian ini tidak akan berpengaruh bagi penjualan produk Kalbe lainnya mengingat merek Kalbe dan kemitraan yang telah terjalin dengan dokter dan rumah sakit juga sudah lama terbentuk.
Dalam laporan tahunan KLBF tahun 2013 menyebutkan bahwa perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini memiliki tim pemasaran obat terbesar di sektor farmasi di Indonesia yang terdiri dari 2.300 medical representatives untuk menjangkau 70 persen dokter umum, 90 persen dokter spesialis dan 100 persen rumah sakit dan apotek di Indonesia.
Itulah sebabnya hingga akhir tahun 2013 KLBF masih memimpin industri obat resep dengan pangsa pasar mencapai 15 persen.
Terkait dengan ganti rugi, Irenne menilai masih terlalu dini untuk memperkirakan potensi kewajiban yang harus ditanggung Kalbe atas kasus tersebut hingga penyelidikan yang dilakukan Kalbe dan BPOM membuahkan hasil.
Sementara itu hingga jam 14.40 WIB, harga saham KLBF kembali menguat 0,56 persen ke Rp1.810 per saham pada perdagangan sesi pertama, setelah kemarin sempat terkoreksi 4 persen akibat kasus penarikan ini.
bareksa.com
Corporate, News Update
Analis: Dampak Penarikan Obat Pada Saham Kalbe Farma
Pengaruh penarikan obat untuk anestesi milik PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tidak akan terasa pada kinerja keuangannya. Pasalnya penjualan KLBF tidak hanya di dukung oleh penjualan obat resep. Selain itu juga kemitraan dengan dokter dan RS telah terjalin puluhan tahun.