Produsen Lokal Ramai Berekspansi ke Pasar Asia Tenggara (1)

Tahun ini, pasar farmasi nasional diperkirakan terus tumbuh mencapai Rp 49 triliun. Angka itu meningkat sebesar 14% dibandingkan realisasi tahun 2011 sebesar Rp 43 triliun. Proyeksi itu dikatakan sangat tinggi mengingat pertumbuhan rata-rata industri farmasi dunia hanya mencapai 3% per tahun.

Hingga 2015, pasar farmasi di Asia Tenggara akan jauh mengungguli kawasan lainnya dengan pertumbuhan rata-rata 13-16%. Nilai pasar diprediksi akan mencapai US$ 290-305 miliar, berdasarkan data IMS Health.

Pertumbuhan bisnis obat-obatan terutama di Indonesia, China, India, Thailand, dan Vietnam juga lebih besar dibanding pasar farmasi negara Eropa yang hanya bertumbuh rata-rata sebesar 1-3% dengan nilai pasar US$160-180 miliar pada tahun 2010-2015.

Pasar farmasi Asia Tenggara juga masih lebih unggul dibandingkan kawasan Amerika Serikat yang senilai US$ 330-345 atau tumbuh setara 1-3%. Sementara negara maju di Asia, Jepang, pertumbuhannya sekitar 3-5% atau sebesar US$ 100-105.  

Nilai prediksi bisnis farmasi tiga tahun lagi di Asia Tenggara itu juga mencapai sekitar sepertiga dari total bisnis farmasi global. IMS Health memperkirakan pasar industri farmasi dunia diharapkan tumbuh lebih dari US$ 1,1 triliun di 2015. 


Sumber: IMS Health, Market Prognosis, Apr 2011
Potensi pertumbuhan atraktif yang bakal diperoleh industri farmasi dunia itu mendorong perusahaan farmasi nasional terus meningkatkan daya saing usahanya. Salah satunya dengan melakukan ekspansi pasar obat ke negara-negara tetangga bahkanmenerobos pasar Eropa dan Afrika.

Indofarma, sebagai produsen obat generik dengan market share terbesar (17,59%) telah menjajaki kerja sama dengan pemerintah Kazakhstan untuk mengekspor obat-obatan kenegeri itu secara bertahap. Tahap awal, perseroan siap mendistribusikan 20 jenis obat di awal tahun 2013. Sebelumnya telah berhasil menandatangani kontrak sebanyak 300 jenis obat dari Kazakshstan dan tengah dalam proses registrasi.


"Kami akan ekspor 20 jenis obat di awal tahun depan. Tapi, untuk volume dan nilai ekspor belum bisa ditentukan," kata Djakfarudin Junus, Direktur Utama Indofarma, di Jakarta, beberapa waktu lalu.


Menurutnya, melalui aksi ini, perseroan bakal membuka pintu pemasaran ke negara lain di kawasan bekas Uni Soviet, Asia Tengah, dan Rusia. Selain itu, tahun 2013 juga akan menjadi awal bagi Indofarma untuk mulai memasarkan obat-obatan ke negara Vietnam dan Kamboja. Saat ini, pihaknya tengah mendaftarkan beberapa jenis obat kepada pemerintah kedua negara itu.


Dengan perluasan pasar ekspor ASEAN dan Asia Tengah (Kazakhstan), Djakfarudin optimistis mampu mencapai penjualan Rp 4,25 triliun dalam 5 tahun ke depan. Proyeksi jangka panjang ini naik hampir 4 kali lipat dibandingkan realisasi penjualan 2011 sebesar Rp 1,2 triliun.


"Bila ini terealisasi, potensi pertumbuhan perseroan dapat meningkat 40-45% di tahun 2013 dari target proyeksi pertumbuhan sepanjang tahun ini sebesar 25%," ungkap Elfiano Rizaldi, Direktur Pemasaran dan Riset Indofarma.


Ekspansi itu akan mendorong perseroan untuk melipatgandakan nilai ekspor menjadi Rp 30 miliar di 2012. Selama ini, Indofarma telah memasuki pasar beberapa negara yakni  Yordania, Nigeria, Singapura, dan Afganistan, Filipina, dan Irak dengan nilai ekspor baru mencapai Rp 20 miliar hingga semester I 2012. Untuk memompa volume ekspor obat generik ke luar negeri, Indofarma tengah menjajaki pasar-pasar potensial lain, yakni Myanmar, Kamerun, dan Pantai Gading (Afrika).


next page  |

Produsen Lokal Ramai Berekspansi ke Pasar Asia Tenggara (2)

Ceruk pasar yang terbuka lebar juga dimanfaatkan Kimia Farma, untuk fokus menggarap pasar di kawasan Asia Tenggara. Selain mengandalkan ekspor obat dan alat kesehatan ke negara Kamboja, Myanmar, Singapura, dan Filipina, Kimia Farma tengah menjajaki pasar baru di Vietnam dan Malaysia.

Di Vietnam, Kimia Farma berencana mengekspor obat-obatan termasuk obat malaria. Hingga tahun 2014, Vietnam diprediksi mampu member kontribusi pada pertumbuhan pendapatan Kmia Farma sebesar 24%. Inilah yang menjadikan Vietnam dengan populasinya yang tinggi menjadi pasar potensial.
 

Bahkan, Kimia Farma berniat membuka kantor perwakilan di Vietnam guna menangani pemasaran di Kamboja, Laos, dan Myanmar. Di samping itu, melalui anak usahanya, PT Kimia Farma Apotek (KFA), juga telah merambah ke Malaysia dengan membangun tiga unit apotek.

Untuk aksi ini, perseroan menggandeng mitra lokal, Averroes berbasis di Malaysia untuk melakukan pengembangan apotek di Negeri Jiran dalam kerjasama patungan. Agenda ekspansi lain Kimia Farma adalah pasar Arab Saudi dan beberapa negara di Asia. Perluasan pasar itu turut menopang pendapatan ekspor sekitar 25% di semester I -2012.

"Dari total pendapatan sebesar Rp 1,58 triliun, sekitar 25%nya dikontribusi oleh ekspor dari 13 negara antara lain Jepang, Amerika Utara, Afrika, dan China," ucap Rusdi Rosman, Dirut Kimia Farma.

Sementara ekspansi Kalbe Farma juga terus bergerak ke kawasan Asia Tenggara, di antaranya Filipina dan Vietnam. Selain itu, Kalbe juga membidik pasar Eropa Timur sebagai sasaran ekspor.

"Kami sudah mengirim obat kanker ke Ukraina. Langkah ini dilakukan lantaran pasar di Eropa Timur sudah menyerap produk farmasi dari Indonesia," jelas Direktur Kalbe Farma, Vidjongtius.

Pada semester II 2012, perseroan meyakini sebagai masa produktif untuk memacu ekspor. Tak heran, bila produsen obat etikal terbesar kedua dengan nilai pasar Rp 1,84 triliun itu mematok penjualan ekspor sebesar 5%. "Setelah tercapai, kami akan menargetkan sebesar 10% untuk ekspor dari total penjualan tahun ini," kata Vidjongtius.

Target ini juga akan ditopang melalui strategi akuisisi perusahaan. Agar mudah diintegrasikan, perseroan memilih mengambil alih perusahaan yang tidak terlalu besar. Dengan keseriusan menggarap pasar luar negeri, Kalbe Farma merevisi target laba bersih naik menjadi 16-20% hingga akhir tahun ini. Sebelumnya, perseroan menetapkan target laba bersih 10-15%.

Dengan demikian, perseroan membidik laba bersih sebesar Rp 1,776 triliun sepanjang tahun 2012. "Penjualan juga akan meningkat menjadi Rp 13 triliun di tahun ini," tutur dia.

Membidik Pasar Afrika


PT Tempo Scan Pacifik Tbk (TSPC) juga telah mengincar pasar lebih luas, yaitu Afrika. Perseroan telah mendirikan kantor pemasaran dan ekspor. Selain itu, juga membuka kantor di Malaysia dan Filipina.

Menurut Aviaska D Respati, Managing Director Pharma Consumer Health Tempo Scan, saat ini ekspor obat ke pasarluar negeri sangat menjanjikan. "Kami berencana masuk ke pasar ke Vietnam dan Pantai Gading, Afrika," tuturnya.

Sejauh ini, Tempo Scan telah mengekspor produk farmasi, produk konsumen, dan kosmetik ke beberapa negara, seperti Malaysia, Timur Tengah, Nigeria, dan Filipina.

Sementara itu, PT Merck Tbk mencermati pertumbuhan pasar obat-obatan domestik dengan merilis 4 produk baru. Fokus memperkuat pasar dalam negeri, mendorong perseroan yang memiliki induk usaha di Jerman ini memproyeksikan pertumbuhan konservatif penjualan sebesar 11-12% sepanjang tahun ini.(dbs)


|  previous  | 

Opini: Obat Wajib Halal? (1)

Obat Wajib Halal
Perdebatan Halal dan Haram untuk obat sudah lama muncul di negara ini dan sudah berdampak dengan penolakan beberapa calon Jemaah Haji untuk menggunakan vaksin yang dapat mencegah calon jemaah terjangkit penyakit influensa.

Perdebatan mengenai wajib halal bagi obat perlu di sikapi dan di telaah secara hati2 agar manfaatnya lebih banyak daripada masalah yang ditimbulkan. Halal haram menurut Dr Abdul Malik Ghozali,Lc MA lebih identik dengan pangan (1). Sekarang bagaimana dengan obat?

Opini: Obat Wajib Halal? (2)

Perdebatan tentang penggunaan gelatin atau bahan yang di peroleh dari hewan, baik itu babi atau hewan yang di penggal tidak secara Islam, menjadi penting untuk di telaah. Gelatin adalah kulit yang telah melalui proses panjang sehingga siap untuk di pakai. Gelatin banyak digunakan dalam proses pembuatan obat, kosmetik, bahkan makanan seperti produk olahan susu (keju dan es krim).

Pada obat, gelatin umumnya digunakan sebagai emulgator dan pensuspensi (membantu menyatukan zat yang tidak saling campur), yang digunakan injeksi, sirup dan cream. Gelatin juga merupakan bahan utama pembuatan cangkang kapsul. Fungsi gelatin terbaru adalah sebagai pembawa zat berkhasiat ke target yang diinginkan (nano-particle)(4).

Semester II 2012 : Impor Bahan Baku Farmasi Turun 33%

Semester II 2012 : Impor Bahan Baku Farmasi Turun 33%
Di semester II tahun 2012, impor bahan baku farmasi diperkirakan mencapai Rp 4,92 triliun, turun 33% dibanding proyeksi semester I 2012 sekitar Rp 7,38 triliun. Menurut GP Farmasi, penurunan itu terjadi karena rata-rata bahan baku impor sudah didatangkan oleh produsen sepanjang kuartal I hingga akhir kuartal III 2012, sehingga impor di akhir tahun ini relatif kecil.

Menurut Ketua PMMC Kendrariadi Suhanda, menurunnya impor di akhir tahun juga karena produsen bahan baku umumnya menghindari buffer stock.

Ia menuturkan produsen farmasi umumnya mengimpor bahan baku secara besar-besaran di awal tahun, dengan asumsi telah dialokasi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku hingga akhir tahun, sesuai proyeksi kebutuhan masing-masing produsen. "Itu merupakan tren yang selalu terjadi setiap tahun," tambah Kendrariadi. Dengan adanya proyeksi kebutuhan, maka produsen tidak akan mengalami kekosongan bahan baku hingga akhir tahun.

Kalbe Farma Serap Belanja Modal Rp 300 Miliar di Semester I - 2012

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), farmasi dan produk kesehatan, telah merealisasikan penggunaan dana belanja modal (capital expenditure) sebesar Rp 300 miliar di semester I 2012, menurut direksi perseroan. Dengan demikian, realisasi dana belanja modal di semester I telah mencapai 37,5% dari anggaran tahun ini sebesar Rp 800 miliar.

Vidjongtius, Direktur Keuangan Kalbe Farma, menjelaskan dana belanja modal perseroan antara lain digunakan untuk ekspansi pembangunan pabrik obat. “Di semester I, kami melakukan finalisasi pembangunan pabrik obat generik dan memulai konstruksi pabrik obat kanker,” kata Vidjongtius.


Pabrik obat generik Kalbe Farma, yang dioperasikan oleh PT Hexpharm Jaya telah beroperasi sejak akhir Februari 2012, sementara pabrik obat kanker ditargetkan mulai beroperasi pada 2013. Pembangunan pabrik obat generik juga terkait pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 2014.

Selain digunakan untuk pembangunan pabrik, dana belanja modal Kalbe Farma di semester I 2012 juga digunakan untuk revitalisasi distribusi dan pengadaan sistem teknologi informasi. “Revitalisasi distribusi dilakukan di sejumlah cabang, antara lain di Jember, Aceh, dan Solo,” kata Vidjongtius. Dana belanja modal perseroan pada 2012 meningkat 23% dari alokasi tahun lalu Rp 650 miliar.
 
Peningkatan anggaran belanja modal pada tahun ini seiring rencana ekspansi perseroan ke pasar ASEAN. Ekspansi tersebut diperkirakan menghabiskan dana sebesar US$ 5 juta-US$ 10 juta. Vidjongtius mengaku hingga saat ini perseroan masih mencari mitra strategis untuk ekspansi tersebut. Dia menjelaskan pabrik hasil kemitraan Kalbe Farma akan menghasilkan produk pelengkap, seperti produk konsumsi dan makanan kesehatan untuk pasokan kawasan ASEAN. Dalam hal ini, Filipina dan Vietnam menjadi sasaran ekspansi perseroan.

“Anggaran belanja modal tahun ini dialokasikan untuk revitalisasi distribusi dan peluncuran produk baru untuk mendukung pertumbuhan penjualan sebesar 20% menjadi Rp 13 triliun,” ujar Vidjongtius. Tahun ini perseroan berencana meluncurkan total 15 item produk baru.(dbs)

Profitabilitas Empat Perusahaan Farmasi 'Beda'

Empat perusahaan farmasi lokal, yakni PT Kalbe Farma Tbk, PT Tempo Scan Pacific Tbk, PT Kimia Farma Tbk, dan PT Pyridam Farma Tbk, mencatat rata-rata pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 18,6% pada semester I tahun ini. Kendati sama-sama mencatat kenaikan pendapatan, kinerja profitabilitas keempat perusahaan ini berbeda satu sama lain.


Profitabilitas Kalbe Farma dan Pyridam Farma yang diukur dari margin kotor tercatat mengalami penurunan secara tahunan pada semester I 2012 masing-masing sebesar 3,1% dan 2,24%. Penurunan margin kotor ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan perusahaan mentransmisikan kenaikan beban pokok penjualan ke dalam harga jual; atau dapat juga disebabkan oleh strategi perusahaan yang mengorbankan profitabilitas demi meningkatkan penjualan.


Direktur Keuangan Kalbe Farma, Vidjongtius, menilai penurunan margin kotor tersebut terutama disebabkan perubahan komposisi bisnis tahun ini, seiring peningkatan kontribusi divisi distribusi dan logistik. "Kontribusi penjualan divisi distribusi dan logistik meningkat menjadi 37% di semester I 2012 dari 30% di semester I 2011," ujarnya.

Divisi distribusi dan logistik masih memberikan kontribusi tertinggi terhadap penjualan konsolidasi sebesar 37%, diikuti divisi obat resep dengan kontribusi 26%, divisi nutrisi berkontribusi 21%, dan divisi produk kesehatan berkontribusi 16%. 

Sementara Kimia Farma dan Tempo Scan Pasifik pada semester I tahun ini malah mencatat adanya peningkatan margin kotor masing-masing sebesar 2,7%, dan 0,43%. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh peningkatan efisiensi operasional berupa penurunan persentase beban pokok penjualan terhadap penjualan; maupun peningkatan harga jual yang berakibat pada kenaikan penjualan.

Presiden Direktur Tempo Scan, Handojo S Muljadi, menyatakan margin laba kotor perusahaan meningkat menjadi 39,3% di semester I 2012 dibanding periode yang sama tahun lalu 38,9%. "Namun, margin kotor divisi farmasi menurun menjadi 67,7% di semester I 2012 dibandingkan semester I 2011 yang mencapai 68,6%," ujarnya.

Tren penurunan margin kotor divisi farmasi dipengaruhi antara lain oleh kenaikan upah minimum di lokasi fasilitas manufaktur farmasi Tempo Scan berada serta biaya tenaga kerja lain yang terkait, tingginya harga bahan baku serta menurunnya rupiah yang membuat impor lebih mahal.

Berdasarkan laporan keuangan, margin kotor Kalbe Farma dan Pyridam Farma pada periode 2011 relatif lebih tinggi dibanding Kimia Farma dan Tempo Scan. Margin kotor Kalbe dan Pyridam tercatat sebesar 52,2%, dan 67,3% pada semester I 2011 sedangkan margin kotor Kimia Farma dan Tempo Scan tercatat sebesar 29,4%, dan 38,9%.

Pertumbuhan Pendapatan Lampaui Rata-rata
Rata-rata pertumbuhan pendapatan yang dicatat keempat perusahaan tersebut lebih tinggi dibanding estimasi pertumbuhan industri farmasi nasional yang sebesar 13%. Angka ini juga melampaui estimasi pertumbuhan industri farmasi dunia yang diperkirakan bertumbuh 3% di tahun ini.

Sekalipun memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi, namun pasar industri farmasi nasional tahun ini yang diperkirakan mencapai US$ 4,9 miliar masih relatif kecil jika dibandingkan dengan pasar industri farmasi Cina pada 2011 yang diperkirakan mencapai US$ 50 miliar. Pada 2011, penjualan farmasi di seluruh dunia diperkirakan mencapai US$ 880 miliar. (dbs)

Ekonomi Semester II 2012, Perlu Tumbuh 6,6%

Pemerintah menyatakan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,5% tahun 2012, maka ekonomi pada kuartal III dan IV harus mampu tumbuh 6,6%. Pencapaian itu akan mengimbangi hasil pertumbuhan ekonomi pada semester I yang hanya mencapai 6,3%.


Armida Salsiah Alisjahbana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatakan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,6% sepanjang semester II penyerapan anggaran harus lebih besar dibandingkan semester I. Selain itu, kontribusi investasi yang cukup besar pada semester I diharapkan dapat terjaga dengan baik.

"Kalau melihat sumber pertumbuhan biasanya pada kuartal III dan IV penyerapan anggarannya lebih besar dari kuartal I dan II, jadi itu diperkirakan jadi tambahan dorongan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 sebesar 6,5%," jelasnya.

Dalam laporan APBN Semester I disebutkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3%-6,5% tahun ini, maka PDB semester II harus mencapai 6,3%-6,6%. Sektor konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 4,8%-5%, konsumsi pemerintah 7,1%-7,3%, investasi 11,1%-11,3%, ekspor 7,1%-7,3% dan impor 9,8%-10%.

Armida menjelaskan, besarnya dorongan pertumbuhan pada kuartal III dan IV tahun ini tidak cukup  mendorong pertumbuhan ekonomi, jika pertumbuhan ekspor tidak  meningkat. Alasannya,  pertumbuhan ekspor harus mencapai 7%-7,2% sepanjang tahun. " Untuk mencapai pertumbuhan 6,5% tahun ini dan 7% tahun depan,  kuncinya memang ekspor ditingkatkan karena itu untuk mendekatkan target," ucapnya.

Pada semester II  sektor pertanian diperkirakan  tumbuh sebesar 3,3%, sektor industri sekitar 5,8%-6%, sektor konstruksi sekitar 8%-8,2%, serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 12,4%-12,6% atau sektor dengan pertumbuhan tertinggi.

Armida menambahkan, meningkatnya pertumbuhan sektor tersebut akan  meningkatkan lapangan kerja dan secara otomatis menciptakan dorongan konsumsi masyarakat yang cukup tinggi hingga akhir tahun.  Jumlah kelas menengah akan meningkat, sehingga konsumsi makin meningkat, tetapi sektor domestik  tidak cukup mendorong pertumbuhan, oleh karena itu ekspor harus tetap tumbuh.

Prasetijono Widjojo, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi pada semester II,  ada tiga sektor yang perlu dipertahankan antara lain perdagangan, transportasi komunikasi, hotel dan restoran.  Selain itu pemerintah juga akan meningkatkan pembangunan infrastruktur jalan, listrik dan air minum untuk mendukung ekonomi domestik.

"Jadi sebetulnya kuncinya infrastruktur bisa jalan pada kuartal  III dan IV,  jadi pertumbuhan 6,4% pada kuartal II bisa dipertahankan dan ini akan terus meningkat dan mencapai target  6,5% pada tahun ini. Kami melihat ini masih akan peaking up sampai akhir tahun sambil mewaspadai trade kita agar tetap surplus dan tidak negatif," tegasnya.

Prasetijono menambahkan, pertumbuhan  kuartal II  yang mencapai 6,4% diharapkan menjadi momentum bagi semua kalangan bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa tumbuh cukup baik. Momentum tersebut harus dimanfaatkan dengan mendorong pengeluaran pemeritnah sesuai waktu,  meningkatkan investasi, infrastruktur pertanian tetap terjaga, dan konsumsi tetap tumbuh.

Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, mengatakan jika  pemerintah ingin mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tahun ini dan tahun depan, maka pemerintah harus mendorong  realisasi belanja pemerintah khususnya pada pembangunan infrastruktur.

Dengan belanja pemerintah yang lebih baik, maka investasi akan cepat masuk ke Indonesia dengan sistem investasi yang lebih efisien dan berkualitas untuk pembangunan. Belanja pemerintah harus tumbuh di atas 11% per tahun untuk mengimbangi investasi.

Berdasar data Laporan Semester I APBN 2012 yang dipublikasikan Kementerian Keuangan,  realisasi belanja negara mencapai Rp 629,42 triliun atau 40,7% dari pagu yang sebesar Rp 1.548,31 triliun.  Daya serap belanja negara semester I 2012  lebih baik daripada daya serap belanja negara pada periode yang sama  2011 yang mencapai 33,5%  dari pagu. (dbs)

Perluasan Pabrik Pyridam Ditargetkan Selesai Akhir 2012

Pyridam Farma menargetkan perluasan fasilitas pabrik untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan nilai investasi Rp 45 miliar selesai pada akhir 2012, menurut eksekutif perusahaan. Perluasan pabrik dilakukan untuk melipatgandakan kapasitas produksi guna mendorong pertumbuhan perusahaan.

"Kapasitas produksi Pyridam pada akhir 2012 diperkirakan meningkat menjadi 510 juta tablet, 102 juta kapsul, dan 3,5 juta botol," kata Steven AA Setiawan, Sekretaris Perusahaan Pyridam Farma.

Pendanaan untuk memperluas pabrik yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat diperoleh dari pinjaman bank lokal, yakni PT Bank OCBC NISP Tbk sebesar Rp 35 miliar, sisanya sebesar Rp 10 miliar dari sumber dana perusahaan. Perusahaan menargetkan penjualan di 2012 mencapai Rp 169,23 miliar, naik 12% dibanding 2011 sebesar Rp 151,09 miliar. Target pertumbuhan penjualan tahun ini juga akan didorong peluncuran 5 produk baru Pyridam.

Perseroan ini telah membentuk kerjasama produksi dengan produsen obat generik, PT Dexa Medica. Kerja sama produksi itu untuk mengantisipasi peningkatan permintaan obat generik di 2014 seiring penerapan sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
 
Steven menambahkan kerja sama produksi obat generik dilakukan untuk mendukung target penjualan di 2014. "Kami menargetkan penjualan obat generik naik 15%-25% di 2014 seiring SJSN," ujarnya.

Di semester I 2012, Pyridam mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 17% menjadi Rp 89 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu, menurut laporan keuangan perseroan. Pertumbuhan penjualan ditopang kenaikan penjualan lokal dan ekspor.

Kenaikan penjualan diikuti peningkatan beban pokok penjualan dengan persentase yang lebih tinggi, sebesar 29%. Laba kotor Pyridam Farma tercatat naik 13,5% menjadi Rp 57,9 miliar.

Pyridam Farma mencatatkan peningkatan beban bunga serta rugi kurs valuta asing. Beban bunga naik 42%, dan rugi kurs meningkat 189%. Kenaikan itu ikut menekan laba bersih perseroan di semester I 2012. Pyridam mencetak penurunan laba bersih sebesar 43% menjadi Rp 3,4 miliar. (dbs)

Kimia Farma: Laba Bersih Semester I Naik 127%

Kimia Farma mencatat pertumbuhan laba bersih di semester I 2012 sebesar 127% menjadi Rp 83,8 miliar dibanding periode yang sama tahun 2011, menurut laporan keuangan Kimia Farma. Kenaikan laba bersih ditopang oleh peningkatan penjualan serta perbaikan profitabilitas.

  Dalam laporan keuangan perseroan, Direktur Keuangan Kimia Farma, Arief Budiman, menyatakan omset penjualan meningkat 12,8% menjadi Rp 1,58 triliun di semester I 2012 secara tahunan. Kenaikan penjualan ditopang peningkatan penjualan domestik sebesar 9,5% serta pertumbuhan penjualan ekspor sebesar 155%. Penjualan domestik berkontribusi 96% terhadap penjualan konsolidasi Kimia Farma, sisanya dari penjualan ekspor.

Kenaikan penjualan itu diikuti peningkatan beban pokok penjualan sebesar 8% menjadi Rp 1,07 triliun. Hasilnya, laba kotor Kimia Farma naik 22,6% menjadi Rp 507 miliar seiring peningkatan margin kotor sebesar 269 basis poin. Pada semester I 2012 margin kotor Kimia Farma tercatat 32,07% lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu 29,38%.

Laba usaha Kimia Farma tumbuh signifikan sebesar 90,7% menjadi Rp 121 miliar, didorong peningkatan margin usaha sebesar 316 basis poin. Margin usaha perseroan di semester I 2012 mencapai 7,68% lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu 4,52%. Margin bersih Kimia Farma juga tumbuh 268 basis poin menjadi 5,29%.

Kimia Farma menargetkan laba bersih tahun ini mencapai Rp 220,8 miliar, naik 28,5% dibandingkan 2011 sebesar Rp 171,8 miliar, menurut manajemen perusahaan. Pertumbuhan laba bersih didorong peningkatan penjualan serta strategi memperbesar portofolio produk dengan margin tinggi. 

Target pertumbuhan laba bersih tahun ini juga akan ditopang peningkatan penjualan. 

Kimia Farma menargetkan penjualan tahun ini mencapai Rp 4 triliun, naik 14,9% dari 2011 seiring peningkatan pasar farmasi nasional. Tahun ini pasar farmasi Indonesia diperkirakan tumbuh 14% menjadi Rp 49 triliun dibandingkan 2011. Kimia Farma berencana meluncurkan 10 produk, 2 di antaranya adalah obat bebas. Produk baru yang akan dirilis antara lain obat anti-infeksi dan multivitamin.(dbs)

2012: Pertumbuhan Ekonomi Nasional Triwulan II Capai 6,4%

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II pada 2012 mencapai 6,4 % secara tahunan. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan PDB dibandingkan dengan triwulan II pada 2011 mengalami pertumbuhan 6,4 %,” kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin 5/8.


Menurut Suryamin, pertumbuhan itu meningkat dibandingkan triwulan I-2012 yang mencapai 6,3 % karena adanya pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang, yang mengalami kenaikan secara triwulan sebesar 3,94 %.


Lebih lanjut Suryamin menambahkan pertumbuhan meningkat karena adanya kunjungan wisatawan mancanegara yang mencapai 1,97 juta orang atau naik secara triwulan 3,61 % dan secara tahunan 4,77 %. “Percepatan belanja pemerintah termasuk belanja modal pada triwulan II hingga Rp384,5 triliun yang melampaui triwulan II tahun sebelumnya Rp244,9 triliun juga ikut membantu pertumbuhan,” ujarnya.

Merck Indonesia Ingin Dongkrak Ekspor Obat

Merck Indonesia, menargetkan kinerja ekspor obat ke luar negeri mampu menyamai penjualan di pasar lokal yang mencapai 50% dari total omset penjualan perusahaan. "(Kami) tidak tahu kapan mencapai itu, tapi kami menuju ke sana," kata Direktur Merck, Elly Megawati Asali, usai pertemuan pers di Jakarta, Rabu, 6 Juni 2012.

Penjualan ekspor tahun 2011 sebanyak 35%. Sedangkan sisanya sebanyak 65% dijual di dalam negeri. Tahun ini, dia memprediksi kontribusi ekspor meningkat dibandingkan sebelumnya. "Tahun ini naik di kisaran 30-35%. Tahun 2013 ingin menambah, tetapi tergantung kondisi luar negeri juga," ujarnya.

Elly mengatakan, perusahaan terus mengembangkan fasilitas pabriknya yang berlokasi di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Pabrik seluas 1.250 meter persegi itu dipersiapkan untuk memproduksi produk antara lain tablet, kapsul, sirup, dan tetes hidung. "Untuk tablet saja kapasitas produksinya 500 juta per tahun," kata dia.

Selain di dalam negeri, produk seperti Sangobion, Neurobion, dan Becombion juga dipasarkan ke Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Hong Kong. Menurut Elly, pabrik di Pasar Rebo ditargetkan menjadi pusat produksi farmasi Asia Tenggara. Hingga kini, hanya Indonesia yang menjadi lokasi pabrik Merck di Asia Tenggara. Sedangkan di Asia hanya di India dan Pakistan. 

Direktur Keuangan Merck, Bambang Nurcahyo, tak ingin menyebut belanja modal tahun ini untuk mendukung target perusahaan. Namun ia memperkirakan belanja modal bakal sama seperti tahun lalu sebesar Rp 11 miliar. Dari belanja modal itu, Rp 5,5 miliar dipakai merawat pabrik di Pasar Rebo, termasuk mengganti mesin produksi dan memperbaiki gudang. "Sisanya digunakan membeli mobil operasional," ujarnya.

Hingga saat ini, saham emiten dengan kode efek MERK itu stagnan di posisi Rp 145 ribu per saham dengan kapitalisasi pasar Rp 3,24 triliun. Bambang mengatakan, perusahaan tidak berencana melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split). "Karena harga saham Merck sudah sesuai dengan harga industri. Itu asli," katanya. (dbs)

Presiden SBY Minta Industri Obat Indonesia Lebih Mandiri

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono berharap adanya kemandirian untuk bahan baku obat bagi industri farmasi. "Masih banyak bahan baku yang kita impor dari negara-negara sahabat," kata dia usai memimpin rapat kabinet terbatas di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu, 1 Agustus 2012 lalu.


Meski sudah ada jadwal pengaturan pengurangan impor bahan baku obat, Presiden meminta upaya untuk kemandirian bahan baku obat dalam negeri tetap ditingkatkan dan dijadikan prioritas demi melayani kebutuhan masyarakat. "Dengan demikian, kita memiliki industri dan produksi dalam negeri yang lebih kuat dan mandiri," ujar Presiden.

Selain itu, Ia berharap adanya upaya percepatan pemenuhan tenaga kerja kesehatan untuk bertugas di seluruh daerah di tanah air. "Saya tahu ada kekurangan dokter, utamanya dokter gigi," tuturnya.

Karena itu, ia meminta Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar melakukan koordinasi dan sinergi dalam penciptaan tenaga kerja kesehatan. "Dengan anggaran yang besar, kami berharap agar lulusan pendidikan nasional setiap tahunnya sesuai dengan keperluan pasar tenaga kerja (kesehatan)," kata Presiden. (dbs)
Kiriman ini mengonfirmasi kepemilikan saya terhadap situs dan situs ini

mematuhi kebijakan program dan Persyaratan dan Ketentuan AdSense.

ca-pub-0396580070756069

Top Ad 728x90